WTO: Perdagangan global tetap tangguh di tengah konflik Rusia-Ukraina
Jumat, 24 Februari 2023 16:08 WIB
Jenewa (ANTARA) - Perdagangan global tetap tangguh dan menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan prediksi pesimistis untuk 2022, seiring sejumlah perekonomian yang sangat terdampak oleh konflik Rusia-Ukraina berhasil menemukan sumber-sumber pasokan alternatif, kata Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam informasi yang dirilis pada Kamis (23/2).
Menurut lembar informasi tersebut, pertumbuhan perdagangan pada 2022 berada di atas prakiraan WTO sebesar 3 persen yang dirilis pada April tahun lalu dan jauh lebih tinggi dari perkiraannya dalam skenario yang lebih pesimistis untuk tahun ini.
Untuk prospek dengan jangka waktu lebih panjang, sejumlah simulasi baru WTO menunjukkan pentingnya memperkuat sistem perdagangan multilateral, dengan negara-negara kurang berkembang kemungkinan akan menjadi yang terdampak paling parah jika kerja sama internasional gagal.
"Terlepas dari kekacauan yang terjadi, kami melihat setelah satu tahun berlalu, arus perdagangan masih terbuka," kata Ossa. Perdagangan global belum mengalami prediksi terburuk yang diramalkan pada awal krisis, imbuhnya.
"Harga pangan yang naik tajam dan krisis pasokan belum terjadi berkat keterbukaan sistem perdagangan multilateral dan kerja sama yang telah dilakukan sejumlah pemerintah di WTO," kata Ossa.
Para mitra perdagangan menemukan sumber-sumber alternatif untuk mengisi kekosongan tentang sebagian besar produk yang terdampak konflik, seperti gandum, jagung, produk bunga matahari, pupuk, bahan bakar, dan paladium, mineral tanah jarang yang digunakan dalam konverter katalitik untuk mobil, urai lembar informasi itu.
Sebagai contoh, harga gandum mengalami kenaikan sebesar 17 persen, jauh lebih rendah dari simulasi staf Sekretariat WTO sebesar 85 persen di beberapa kawasan berpendapatan rendah.
Lebih lanjut, lembar informasi tersebut menemukan bahwa ketika ekspor Ukraina turun sebesar 30 persen pada 2022 dari segi nilai, sejumlah besar perekonomian Afrika menyesuaikan pola sumber mereka. Ethiopia, yang dahulu mengandalkan Ukraina dan Rusia untuk 45 persen dari impor gandumnya, meningkatkan pembeliannya dari sejumlah produsen lain seperti Amerika Serikat dan Argentina, demikian Xinhua.