Beijing (ANTARA) - Harga minyak memperpanjang kenaikannya untuk sesi kedua di perdagangan Asia pada Jumat pagi, karena prospek ekspor yang lebih rendah dari Rusia mengimbangi kenaikan persediaan di Amerika Serikat.
Minyak mentah berjangka Brent naik 61 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 82,82 dolar AS per barel pada pukul 02.15 GMT.
Sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 63 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 76,02 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan minyak berakhir Kamis (23/2/2023) sekitar 2,0 persen lebih tinggi didorong rencana Rusia untuk memotong ekspor minyak dari pelabuhan-pelabuhan barat hingga 25 persen pada Maret yang melebihi pengurangan produksi yang diumumkan sebesar 500.000 barel per hari.
Laporan-laporan ini mengangkat sentimen di sisi penawaran, kata analis ANZ dalam sebuah catatan.
Untuk minggu ini, harga minyak sedikit lebih rendah, setelah minggu sebelumnya turun sekitar 4,0 persen, terseret oleh kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga yang dapat memperkuat dolar serta minggu kesembilan berturut-turut dari peningkatan stok minyak mentah AS.
Risalah dari pertemuan Federal Reserve AS terbaru menunjukkan bahwa mayoritas pejabat tetap hawkish pada inflasi dan kondisi pasar tenaga kerja yang ketat, menandakan pengetatan moneter lebih lanjut.
Prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut mendukung indeks dolar, yang ditetapkan untuk kenaikan minggu keempat berturut-turut. Indeks sekarang naik sekitar 2,5 persen untuk bulan ini.
Dolar yang kuat membuat harga komoditas dalam greenback lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Fokus saat kami menutup minggu ini adalah pada apa yang terjadi dengan laporan inflasi berikutnya, akankah pasar menjadi lebih gelisah karena pengetatan yang lebih besar lagi dari The Fed," kata analis OANDA, Edward Moya.
Minyak juga tertekan oleh lonjakan persediaan minyak mentah AS ke level tertinggi sejak Mei 2021, karena penyulingan menggunakan lebih sedikit minyak selama musim pemeliharaan.
Persediaan minyak mentah naik 7,6 juta barel menjadi sekitar 479 juta barel, menurut data dari Badan Informasi Energi AS (EIA).
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023