Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan lahan basah yang dimiliki oleh Indonesia berperan sebagai gudang karbon yang dapat memitigasi dampak perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca.
Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem dari Direktorat Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Ammy Nurwati mengajak semua pihak untuk ikut terlibat dalam kegiatan restorasi lahan basah di Indonesia.
"Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki ekosistem lahan basah terluas di Asia, setelah China, dengan luas lahan basah sekitar 40,5 juta hektare atau sekitar 20 persen dari luas kawasan Indonesia," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Ammy menuturkan lahan basah yang luas itu mengandung berbagai keanekaragaman hayati yang sangat penting dan bernilai. Hal ini sekaligus merupakan aset Indonesia yang penting bagi upaya pembangunan dan kesejahteraan manusia.
Pada peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, KLHK melakukan kegiatan penanaman pohon dan pelepasan satwa liar di Taman Nasional Berbak yang berlokasi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Pohon yang ditanam berjenis Shorea balangeran dan Cerbera manghas yang masing-masing sebanyak 15 bibit. Sedangkan kegiatan pelepasliaran satwa meliputi ungko (Hylobates agilis) satu ekor, siamang (Symphalangus syndactylus) satu ekor, simpai (Presbytis melalophos) satu ekor, kukang sumatra (Nycticebus coucang) satu ekor, dan jalak kerbau (Acridotheres javanicus) sebanyak 20 ekor.
Pemilihan lokasi pelaksanaan acara peringatan Hari Lahan Basah Sedunia melalui beberapa pertimbangan. Pertama, Taman Nasional Berbak merupakan Situs Ramsar yang ditetapkan pada tanggal 8 April 1992.
Kemudian, Kabupaten Tanjung Jabung Timur bersama Kota Surabaya merupakan wilayah yang telah menerima anugerah sebagai wilayah yang peduli terhadap lahan basah dan telah terakreditasi oleh Sekretariat Konvensi Ramsar sebagai Wetland City Accreditation (WCA).
Baca juga: Ekosistem lahan basah punya peran penting memitigasi perubahan iklim
Penghargaan tersebut diterima oleh Bupati Tanjung Jabung Timur dan Walikota Surabaya pada COP 14 di Jenewa, Swiss, pada 10 November 2022.
"Pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lahan basah, meningkatkan peran aktif pemerintah daerah dan para pihak dalam bidang konservasi lahan basah, serta dapat merekomendasikan gagasan atau kebijakan-kebijakan baru untuk perlindungan ekosistem lahan basah Indonesia yang lestari dan berkelanjutan," kata Ammy.
Taman Nasional Berbak merupakan kawasan pelestarian alam untuk konservasi hutan rawa terluas di Asia Tenggara yang belum terjamah oleh eksploitasi manusia.
Taman nasional itu memiliki luas 141.261 hektare yang menyimpan keunikan berupa gabungan yang menarik antara hutan rawa air tawar dan hutan rawa gambut.
Saat ini, Taman Nasional Berbak bersama Taman Nasional Sembilang sebagai salah satu Situs Ramsar melalui kegiatan pemulihan ekosistem tahun 2023 seluas 215.54 hektare diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangsih yang nyata dalam upaya konservasi lahan basah di Indonesia.
Sekretaris Daerah Tanjung Jabung Timur, Sapril menegaskan pihaknya akan turut berpartisipasi menjaga lingkungan terutama dari emisi karbon yang berasal dari lahan basah.
"Kami berkomitmen untuk terus menjadi bagian dari paru-paru dunia serta terus bekerjasama dengan pihak terkait dalam upaya restorasi lahan basah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada khususnya," ucap Sapril.
Baca juga: KLHK sebut realisasi perhutanan sosial capai 5,31 juta hektare
Baca juga: Riau terima sertifikat perhutanan sosial 13.300 Ha dari KLHK
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023