tidak mungkin mencapai perkembangan ekonomi tanpa memperhatikan keadaan lingkunganMakassar (ANTARA) - Direktur World Agroforestry (ICRAF) Indonesia Sonya Dewi menegaskan bahwa ICRAF komitmen ikut membangun Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan dengan pembangunan hijau.
"Melalui Rencanaan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), kita tetap ingin membangun Sulsel tapi dengan cara hijau," tegas Sonya pada temu wartawan di sela-sela lokakarya evaluasi RPJPD yang digelar di Makassar, Rabu.
Pembangunan hijau merupakan langkah atau upaya yang mendukung pertumbuhan ekonomi, dan di saat yang sama, memastikan kelestarian lingkungan serta mengupayakan stabilisasi iklim.
ICRAF Indonesia akan melakukan pendampingan di tiga provinsi yakni Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur hingga 2026. Proyek yang berlangsung sejak 2021 itu sepenuhnya dibiayai Global Affairs Canada senilai Rp189 miliar dalam jangka waktu lima tahun.
Baca juga: ICRAF lakukan pendampingan Program Satu Data di Sulsel
Baca juga: Icraf Indonesia bahas pengelolaan hutan untuk cegah krisis iklim NTT
Menurut Sonya, ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan dalam pembangunan hijau, seperti sektor lahan. Pada tata guna lahan, sangat penting dan menjadi keharusan melihat jangka panjang pemanfaatan lahan, bukan hanya digunakan namun melihat dampak penggunaan lahan ke depan.
"Apalagi dengan adanya krisis iklim, harus beriringan dengan perkembangan ekonomi. Kebutuhan lahan beragam, seperti untuk jalan, kebun, konservasi, pemukiman hingga jasa ekosistem dari lahan," urainya.
Selanjutnya dari sisi sektoral yang mempengaruhi kebijakan. Pendampingan berbasis satu data akan menghasilkan perencanaan yang lebih terintegrasi sehingga menghasilkan partisipatif secara inklusif.
Sonya menjelaskan ICRAF melakukan tiga hal, mulai dari level produksi bekerjasama pemerintah, kemudian dituangkan melalui RPJBD dan RPJMN dengan anggaran yang akan dirumuskan pada dua agenda rapat perencanaan tersebut.
Selanjutnya pada tingkat landscap, ICRAF Indonesia bisa muncul yang terkait secara ekosistem dan suply. Termasuk opsi jasa pembayaran lingkungan.
"Ketiga ialah bekerja di level komunitas atau desa agar petani bisa memanfaatkan pertanian dan memanfaatkan pasar. Bekerja sama dengan ketahanan pangan," kata dia.
Baca juga: Deklarasi Damai warnai Hari Lingkungan Hidup di Bantaeng, Sulsel
Menurut Sonya, ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan dalam pembangunan hijau, seperti sektor lahan. Pada tata guna lahan, sangat penting dan menjadi keharusan melihat jangka panjang pemanfaatan lahan, bukan hanya digunakan namun melihat dampak penggunaan lahan ke depan.
"Apalagi dengan adanya krisis iklim, harus beriringan dengan perkembangan ekonomi. Kebutuhan lahan beragam, seperti untuk jalan, kebun, konservasi, pemukiman hingga jasa ekosistem dari lahan," urainya.
Selanjutnya dari sisi sektoral yang mempengaruhi kebijakan. Pendampingan berbasis satu data akan menghasilkan perencanaan yang lebih terintegrasi sehingga menghasilkan partisipatif secara inklusif.
Sonya menjelaskan ICRAF melakukan tiga hal, mulai dari level produksi bekerjasama pemerintah, kemudian dituangkan melalui RPJBD dan RPJMN dengan anggaran yang akan dirumuskan pada dua agenda rapat perencanaan tersebut.
Selanjutnya pada tingkat landscap, ICRAF Indonesia bisa muncul yang terkait secara ekosistem dan suply. Termasuk opsi jasa pembayaran lingkungan.
"Ketiga ialah bekerja di level komunitas atau desa agar petani bisa memanfaatkan pertanian dan memanfaatkan pasar. Bekerja sama dengan ketahanan pangan," kata dia.
Baca juga: Deklarasi Damai warnai Hari Lingkungan Hidup di Bantaeng, Sulsel
Baca juga: Walhi : Tutupan hutan di Luwu Timur hilang 41 ribu hektare
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kerjasama Pembangunan Internasional (Global Affairs Canada) Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia Kevin Tokar menyampaikan tiga tantangan ke depan, seperti tantangan krisis iklim, pengelolaan daerah aliran sungai dan pemanfaatan lahan.
"Kita menyadari tidak mungkin mencapai perkembangan ekonomi tanpa memperhatikan keadaan lingkungan," kata dia
Direktur Sistem dan Prosedur, Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan selaku Sekretaris Sekretariat Satu Data Indonesia Tingkat Pusat Hari Dwi Korianto mengemukakan bahwa penyelenggaraan satu data untuk perkembangan ekonomi hijau Indonesia.
Melalui satu data tersebut, dipastikan akan melahirkan satu data akurat yang dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dan mudah digunakan.
"Tahun ini, tahun perencanaan dan dibutuhkan data akurat serta mutakhir," ujar dia.
Baca juga: Walhi desak Pemprov Sulsel menindak perusak lingkungan
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kerjasama Pembangunan Internasional (Global Affairs Canada) Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia Kevin Tokar menyampaikan tiga tantangan ke depan, seperti tantangan krisis iklim, pengelolaan daerah aliran sungai dan pemanfaatan lahan.
"Kita menyadari tidak mungkin mencapai perkembangan ekonomi tanpa memperhatikan keadaan lingkungan," kata dia
Direktur Sistem dan Prosedur, Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan selaku Sekretaris Sekretariat Satu Data Indonesia Tingkat Pusat Hari Dwi Korianto mengemukakan bahwa penyelenggaraan satu data untuk perkembangan ekonomi hijau Indonesia.
Melalui satu data tersebut, dipastikan akan melahirkan satu data akurat yang dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dan mudah digunakan.
"Tahun ini, tahun perencanaan dan dibutuhkan data akurat serta mutakhir," ujar dia.
Baca juga: Walhi desak Pemprov Sulsel menindak perusak lingkungan
Baca juga: Sulsel bisa jadi contoh pengembangan pendidikan lingkungan
Baca juga: Walhi : 1,03 juta penduduk Sulsel terdampak bencana ekologis
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023