bisa dibuat klausul bahwa perubahannya baru berlaku di Pemilu 2029 atau Pemilu 2034

Jakarta (ANTARA) - Pakar politik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Philips J. Vermonte mengatakan perubahan sistem pemilihan umum yang diputuskan di Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya tidak diterapkan pada Pemilu 2024, tetapi untuk pesta demokrasi lima tahun berikutnya.

"Kalau memang DPR dan MK mau ubah sistem pemilu dengan semangat memperbaiki, bisa dibuat klausul bahwa perubahannya baru berlaku di Pemilu 2029 atau Pemilu 2034," kata Philips dalam forum diskusi Denpasar 12 bertajuk "Perubahan Sistem Pemilu dan Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia", seperti dipantau dari Jakarta, Rabu.

Pasalnya, lanjut Philips, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Apabila sistem baru dipaksakan diterapkan untuk Pemilu 2024, maka terdapat risiko politik yang tinggi.

Selain itu, perubahan sistem di tengah tahapan juga sarat akan kepentingan jangka pendek partai politik untuk memenangkan pemilu dan bukan kepentingan untuk memperbaiki sistem pemilihan itu sendiri.

Baca juga: Kuasa Hukum: Sistem proporsional terbuka bentuk kemajuan demokrasi

Oleh sebab itu, katanya, MK sebaiknya membuat klausul dalam putusan terkait perubahan sistem pemilu yang menyatakan bahwa hal itu diterapkan untuk pemilu berikutnya.

Dengan klausul tersebut, dia meyakini pertimbangan MK dalam memutus perkara itu tidak berdasarkan pada kepentingan politik jangka pendek, melainkan pada kepentingan jangka panjang seperti memperkuat aspek keterwakilan dan aspek kemampuan memerintah.

"Kita bisa memastikan bahwa apa pun perubahan sistem pemilu yang kita ambil, dilakukan bukan karena kepentingan politik hari ini, tetapi memang karena pertimbangan sistem apa yang baik dan dibutuhkan," kata Philips dalam diskusi yang disiarkan di kanal YouTube Rerie Lestari Moerdijat.

Terkait sistem apa yang sebaiknya digunakan di Indonesia, dia menilai sistem pemilihan proporsional tertutup merupakan pilihan tepat. Kendati demikian, ia tidak mau terjebak dalam perdebatan antara sistem proporsional terbuka atau proporsional tertutup.

Baca juga: Kuasa hukum: Potensi politik uang lebih besar di proporsional tertutup

Sebab, katanya, ada banyak opsi sistem yang bisa dipakai di pemilihan umum Indonesia, salah satunya adalah sistem proporsional campuran.

Sementara itu, Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum digugat ke MK oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono dengan Nomor 114/PUU-XX/2022.

Para penggugat meminta MK memutuskan pemilihan legislatif (pileg) kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Selama sidang bergulir, partai politik terpecah ke dalam dua kubu. Kubu pendukung sistem proporsional terbuka terdiri atas delapan parpol parlemen, mulai dari Golkar, Gerindra, PKB, hingga PKS, sedangkan pendukung sistem proporsional tertutup hanya PDI Perjuangan.

Baca juga: Titi: Tidak ada alasan putusan MK tunda Pemilu 2024
Baca juga: Muhaimin Iskandar optimistis MK tolak proporsional tertutup
Baca juga: Demokrat harap putusan MK soal sistem pemilu tidak merusak demokrasi

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023