Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berambisi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengelolaan sampah dan limbah secara baik di Indonesia sebagai bentuk mitigasi perubahan iklim.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan tempat pemrosesan akhir atau TPA, terutama sampah organik memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca.

"Kami punya cita-cita kalau bisa sampah organik itu jangan ada satupun yang dibuang ke TPA," ujarnya dalam diskusi Pojok Iklim yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Kementerian LHK mencatat jumlah timbulan sampah di Indonesia ada sebanyak 18,89 juta ton per tahun dengan komposisi 41,1 persen atau sekitar 7,76 juta ton berupa sampah sisa makanan yang mayoritas bersumber dari rumah tangga.

Baca juga: JQR-Pandawara Group angkat 5 ton sampah di sungai Bandung

Baca juga: Kementerian LHK targetkan semua TPA bisa manfaatkan gas metana

Setiap satu ton sampah padat mampu menghasilkan 50 kilogram gas metana. Dengan demikian, timbulan sampah organik yang mencapai 7,76 juta ton per tahun menghasilkan 388 ribu ton gas metana.

Berdasarkan Indeks Potensi Pemanasan Global atau Global Warming Potential (GWP), emisi metana mempunyai efek 21 kali lipat dibandingkan emisi karbon dioksida.

Vivien menuturkan pihaknya mendorong masyarakat untuk bisa menyelesaikan sampah organik dari sektor rumah tangga melalui aktivitas pengomposan agar sampah yang mudah terurai itu tidak masuk ke TPA. Pupuk kompos yang dihasilkan dari sampah organik bisa digunakan masyarakat untuk menyuburkan tanaman.

Tak cukup sampai di situ, Kementerian LHK juga mendorong terbentuknya industri-industri pengolahan sampah organik yang memanfaatkan gas metana menjadi sumber energi melalui pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa.

Salah satu tempat pemrosesan sampah yang telah memanfaatkan gas metana menjadi listrik ada pada TPA Jatibarang yang berlokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah.

"Pada 2025, kami menargetkan seluruh tempat pemrosesan akhir dikelola dengan metode lahan uruk saniter dan memanfaatkan gas metana pada tahun 2050," kata Vivien.*

Baca juga: Nanti ada regulasi turunan untuk pengelolaan sampah elektronik

Baca juga: DLH Jakut gandeng produsen oli kelola sampah

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023