Jakarta (ANTARA) - Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai konsistensi atau keajekan pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka harus dijaga agar penyelenggara dan pemilih mengetahui kelebihan maupun kelemahan sistem tersebut.
“Keajekan sistem itu penting sehingga tetap digunakan. Paling penting dalam keajekan itu, penyelenggara paham sistemnya, peserta paham sistemnya, pemilih tahu sistemnya,” kata Feri Amsari dalam forum diskusi Denpasar 12 bertajuk, “Perubahan Sistem Pemilu dan Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia”, disiarkan di kanal YouTube Rerie Lestari Moerdijat, dipantau dari Jakarta, Rabu.
Feri menjelaskan tidak ada sistem yang paling baik di dalam pemilihan umum. Sistem pemilihan umum harus dicocokkan dengan aspek konstitusional dan budaya politik suatu negara.
Sistem pemilu proporsional terbukalah yang cocok dengan aspek konstitusional dan budaya politik Indonesia, katanya.
“Dengan penjelasan aspek konstitusional dan dampak kondisi politik kita tadi, dengan money politics (politik uang) dan kondisi yang lain, yang paling cocok itu malah sistem proporsional terbuka,” ucapnya.
Baca juga: Ahli hukum duga rencana ubah sistem pemilu untuk tunda pemilu
Baca juga: Ahli hukum heran rencana ubah sistem pemilu saat tahapan sudah jalan
Mengingat tidak ada sistem pemilu yang paripurna, Feri mengingatkan pentingnya untuk mempertahankan sistem politik yang sudah berlaku karena pihak penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan para pemilih sudah mengetahui kelebihan maupun kekurangan dari sistem.
“Aneh kalau di tengah jalan, bertahannya sistem ini digunakan di dalam beberapa kali pemilu hendak diganti. Harusnya, keajekan ini dipertahankan untuk pemahaman kita bersama dalam pemilu,” tutur Feri.
Walaupun memiliki kelemahan, ucapnya, masyarakat lebih mengerti sistem ini dibandingkan dengan konsep dari sistem pemilu yang baru.
“Tentu saja akan menimbulkan kegaduhan baru di tengah waktu kita menjelang pemilu,” kata Feri.
Sistem pemilu proporsional terbuka digugat ke MK oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDIP), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono dengan Nomor 114/PUU-XX/2022.
Para pemohon mendalilkan Pasal 168 Ayat (2), Pasal 342 Ayat (2), Pasal 353 Ayat (1) huruf b, Pasal 386 Ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 Ayat (2), Pasal 426 Ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023