Saya khawatir perubahan sistem ini adalah akal-akalan untuk kemudian, misalnya, yang sedang marak dibicarakan soal potensi penundaan pemilu

Jakarta (ANTARA) - Ahli Hukum Tata Negara sekaligus Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menduga rencana mengubah sistem pemilihan umum (pemilu) dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup untuk menunda pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

"Saya khawatir perubahan sistem ini adalah akal-akalan untuk kemudian, misalnya, yang sedang marak dibicarakan soal potensi penundaan pemilu," kata Feri Amsari di Jakarta, Rabu.

Hal tersebut disampaikan Feri dalam diskusi bertajuk "Perubahan Sistem Pemilu dan Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia" yang diadakan Forum Diskusi Denpasar 12.

Dari isu yang ia dengar, jika sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup, maka Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan memberikan waktu bagi penyelenggara pemilu untuk mempersiapkannya selama tiga tahun.

"Ini sama saja dengan cerita menunda pemilu dengan menggunakan berbagai jalan salah satunya dengan mengubah sistem pemilu," ujar dia.

Baca juga: Ahli hukum heran rencana ubah sistem pemilu saat tahapan sudah jalan

Baca juga: Ihwal Pemilu 2024, sistem proporsional terbuka atau tertutup lagi?

Dosen hukum Universitas Andalas tersebut mengatakan apabila hal itu benar, maka sama sekali tidak sehat bagi demokrasi serta melanggar prinsip konstitusional termasuk melanggar azas pemilu yang ada dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Tentu saja ini adalah upaya lain untuk mempertahankan kekuasaan," ucapnya.

Ia memastikan apabila hal tersebut terjadi dan berimbas pada penundaan pemilu maka secara jelas melanggar konstitusi dan membuka ruang penolakan dari masyarakat di Tanah Air.

Dalam diskusi tersebut, ia turut menyinggung soal anggapan yang mengatakan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka potensial terjadinya praktik politik uang.

Baca juga: Jokowi tegaskan tak punya urusan soal sistem proporsional Pemilu 2024

Kesimpulan atau anggapan tersebut dinilainya sumir karena menyederhanakan problematika pemilu. Sebab, pada dasarnya, hampir di semua sistem pemilu potensi politik uang tetap ada.

Menurut dia, problematika politik uang berada pada peserta dan penyelenggara pemilu itu sendiri. Sebab, apabila setiap peserta memiliki komitmen yang kuat dan bisa meyakinkan publik untuk memilihnya tanpa kekuatan uang maka diyakini politik uang tidak akan terjadi.

"Pemilu yang baik mestinya pemilih yang akan mengeluarkan uang untuk calon, tidak sebaliknya calon memberikan uang kepada pemilih," ucap dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023