Saya rasa kalau dilihat dari masalah impor, masih banyak yang bisa dilakukan Rekind.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Budi Santoso Syarif, sebagai anak perusahaan BUMN Pupuk Indonesia, memproyeksi peluang PT Rekayasa Industri (Rekind) masih terbuka lebar terutama ditinjau dari sisi militansi dan pengalaman di bidang Engineering, Procurement and Construction (EPC) yang dimiliki.
Menurut dia, militansi dan pengalaman dalam ‘genggaman’ Rekind inilah menjadi peluang besar untuk bisa membantu pemerintah dalam menekan laju impor, seperti halnya pupuk kimia jenis NPK dan kebutuhan petrokimia lainnya.
“Saya rasa kalau dilihat dari masalah impor, masih banyak yang bisa dilakukan Rekind. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Pemerintah Indonesia pasti akan membangun industri petrokimia tersebut. Untuk membangun dibutuhkan perusahaan EPC. Saat ini EPC Nasional hanya tinggal Rekind. Dengan pengalaman dan kompetensi yang ada, masih banyak peluang terbuka untuk Rekind," ujar Budi Syarif dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Sejauh ini Indonesia masih mengimpor kalium untuk kebutuhan produksi pupuk NPK dari Rusia. Adanya perang Rusia-Ukraina turut mengganggu pasokan Pupuk Indonesia. Selain itu, pengiriman dari negara Eropa Timur seperti Belarus juga terdampak. Padahal negara-negara itu merupakan importir pupuk terbesar bagi Indonesia.
Hampir dua dekade belakangan, investasi dalam industri petrokimia belum signifikan untuk menjawab kebutuhan industri. Hal ini membuat nilai impor bahan baku petrokimia cukup tinggi. Data dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik lndonesia (Inaplas) menunjukkan impor produk petrokimia cukup tinggi.
Sebagai gambaran, produk petrokimia hulu seperti polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), dan polistirena (PS) hampir mencapai 6 juta ton. Namun, industri dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30 persen dari permintaan domestik. Selebihnya, kebutuhan produk petrokimia hulu mengandalkan impor.
Rekind sebagai perusahaan rancang bangun dan perekayasaan industri atau EPC nasional itu tengah menghadapi tantangan keuangan yang hebat. Kondisinya, berpengaruh besar terhadap eksistensi perusahaan.
Namun, Budi Syarif meyakini Rekind masih bisa bangkit. Sepengetahuannya, Rekind dikenal memiliki militansi yang kuat, terutama dalam upaya meningkatkan kompetensi dalam menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakannya.
Militansi ini melekat dalam kegiatan Proyek Balongan Blue Sky Balongan, sekitar tahun 2003.
Saat itu tidak sedikit yang meragukan kompetensi Rekind sebagai kontraktor utama proyek ini, meskipun ‘menggandeng’ Toyo Engineering Corps (TEC).
Peran kontraktor nasional dianggap masih di bawah kapasitas kontraktor asing yang sudah mengantongi pengalaman mendunia dalam kurun waktu puluhan tahun.
Namun, Rekind tidak kehilangan nyali. Sebaliknya mampu menunjukkan jiwa juang pantang menyerah. Rekind mampu membuyarkan keraguan itu dengan berhasil membangun dan mengembangkan proyek yang sarat dengan teknologi tersebut.
Keberhasilan di proyek ini juga tidak terlepas dari pengalaman Rekind membangun pabrik pupuk di Tanah Air, yang juga sarat dengan teknologi tinggi.
Kendati demikian, Budi Syarif menyarankan agar Rekind tidak hanya mengambil proyek-proyek investasi yang dikembangkan pemerintah, tetapi juga peluang investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing. Informasi-informasi seperti itu harus bisa segera ditangkap dengan baik. Sebab pengembangan industri di Indonesia masih sangat ketinggalan.
“Peluang-peluang dunia industri masih sangat terbuka sekali buat Rekind. Jangan hanya menunggu tender saja, tapi harus bisa menangkap peluang,” kata Budi Syarif.
Baca juga: Rekind rampungkan PSN Lapangan Gas JTB
Baca juga: Dinilai strategis, ke depan Rekind harus multi talenta
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023