Canberra (ANTARA) - Mantan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull pada Selasa mengatakan undang-undang tentang campur tangan asing dirancang untuk menghadapi China, tetapi gagal diimplementasikan.
Saat menerbitkan UU itu pada 2018, pemerintah Australia berhati-hati dengan tidak menyebut China, tetapi UU tersebut telah membuat kedua negara tegang yang kemudian berdampak terhadap hubungan diplomatik.
Turnbull yang menjabat PM saat UU itu dikeluarkan, mengatakan kepada sebuah komisi parlemen pada Selasa bahwa "tujuan utama" UU tersebut adalah mengungkap jaringan yang telah dibentuk Partai Komunis China di Australia.
"Negara dan partai politik yang paling aktif memengaruhi urusan publik di Australia adalah China, tetapi tampaknya mereka tidak terlihat dalam daftar (kepentingan asing)," katanya saat dimintai keterangannya oleh komisi itu di Canberra.
UU itu menyasar negara-negara otoriter dan bukan sekutu keamanan Australia, kata dia.
Ketegangan geopolitik memburuk sejak UU itu diberlakukan, katanya.
Baca juga: Kadin-Australia Barat jajaki peluang kembangkan industri baterai EV
Pemerintah PM Albanese yang terpilih Mei lalu sudah berusaha memulihkan hubungan dengan Beijing.
Mereka ingin memulai lagi ekspor ke China yang terdampak larangan dagang selama perselisihan diplomatik berlangsung.
Namun, mereka juga menegaskan bahwa kebijakan Australia terhadap China tidak berubah.
Komisi parlemen itu sedang menjajaki kemungkinan merevisi UU campur tangan asing tersebut agar semakin efektif.
Pemerintah Australia berencana mengungkap operasi negara asing yang mengincar politisi, akademisi dan tokoh masyarakat, kata Menteri Dalam Negeri Clare O'Neil awal bulan ini.
Baca juga: Arkeolog Australia disandera di Papua Nugini
Sumber: Reuters
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023