Cisarua, Bogor, (ANTARA News) - Bayi gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranses L.) menjadi gajah ke-16 yang lahir di Lembaga Konservasi "ex-situ" Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) dari induk betina bernama Intan, dan kelahiran itu menjadi istimewa di saat maraknya kematian gajah Sumatra di Riau saat ini."Tentu saja lahirnya bayi gajah Sumatra ini sangat melegakan kita yang bergiat di dunia konservasi satwa liar karena hadir di tengah-tengah keprihatinan kita semua atas matinya beberapa gajah di Riau," kata Tony Sumampau, Direktur TSI Cisarua kepada ANTARA, Jumat (19/5).Ia menjelaskan, lahirnya gajah Sumatra itu kian memantapkan fungsi TSI Cisarua sebagai salah satu lembaga konservasi "ex-situ" di Indonesia."(Kelahiran) ini merupakan keberhasilan ke-16 setelah 20 tahun usia TSI Cisarua, dan menjadi luar biasa karena adanya kematian lima ekor gajah Sumatra di Riau beberapa waktu lalu," katanya.Malahan, dari data yang ada, sejak lima bulan terakhir terhitung kematian gajah Sumatra sekurangnya telah mencapai 14 ekor.Anak gajah Sumatra itu lahir secara normal pada hari Kamis (18/5) dinihari pukul 04:30 WIB dari induk betina Intan setelah mengandung selama 22 bulan, dibawah pengawasan intensif para "keeper" dan tim medis TSI.Menurut Tony Sumampau, yang juga Koordinator Umum FOKSI (Forum Konservasi Satwa liar Indonesia), kasus matinya belasan gajah Sumatra di Riau seharusnya mendorong para pemangku kepentingan (stakeholder) --termasuk pemerintah, masyarakat di sekitar habitat maupun LSM yang peduli pada koservasi satwa liar-- untuk segera bertemu dan mencari solusi konflik gajah dengan masyarakat.FOKSI merupakan wadah berhimpunnya berbagai elemen pers yang peduli pada persoalan konservasi satwa liar,"Ini menjadi sangat penting karena jangan sampai tiba-tiba Indonesia dihadapkan pada kondisi bahwa gajah Sumatra sudah kritis dan malah terancam punah," katanya.Diungkapkannya bahwa dari data yang sering dimunculkan, populasi gajah Sumatra tercatat 3.500 ekor, namun hingga kini jumlah pastinya masih belum dapat dikonfirmasi secara pasti."Jangan-jangan kita mengacu ke angka itu, tapi tahu-tahu tinggal 500 ekor, nah...ini yang memerlukan para pemangku kepentingan untuk segera bertemu," katanya.(*)
Copyright © ANTARA 2006