Tanjungpinang (ANTARA) - Suhu politik nasional menjelang pesta demokrasi Pemilu 2024 perlahan-lahan mulai berasa hangat seiring dengan tahapan yang dilaksanakan KPU.
Pemilu 2024 sudah berada di depan pintu gerbang demokrasi Indonesia. KPU telah menetapkan 14 Februari 2024 sebagai hari pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota.
Pemilu legislatif dan pemilihan presiden langsung yang diselenggarakan serentak itu, dalam konteks waktu, tidak berbeda dengan Pemilu 2019. Bedanya, hanya berselang 287 hari, tepatnya 27 November 2024, diselenggarakan pilkada di seluruh Indonesia. Ada 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada secara serentak.
Hasil pengundian dan penetapan nomor urut dituangkan dalam Keputusan KPU Nomor 519 Tahun 2022 tentang Penetapan Nomor Urut Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Partai Politik Lokal Aceh Peserta Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota Tahun 2024.
Partai politik yang ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 berdasarkan berita acara KPU Nomor: 310/PL.01.1-BA/05/2022 tentang Penetapan Nomor Urut Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yakni:
1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan)
4. Partai Golongan Karya (Golkar)
5. Partai NasDem
6. Partai Buruh
7. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora)
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
9. Partai Kebangkitan Nusantara (PKN)
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
11. Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda)
12. Partai Amanat Nasional (PAN)
13. Partai Bulan Bintang (PBB)
14. Partai Demokrat
15. Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
16. Partai Persatuan Indonesia (Perindo)
17. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Berdasarkan hasil Pemilu 2019, sebanyak sembilan partai yang berhasil mengantarkan kadernya ke senayan adalah PDI-P, Partai Gerindra, Partai Golkar, PKB, Partai NasDem, PKS, Partai Demokrat, PAN, dan PPP. Partai lainnya terdiri dari partai lama yang tidak mendapatkan dukungan minimal yang dibutuhkan oleh partai untuk bisa memperoleh perwakilan di DPR (parliamentary threshold), dan partai baru.
Setelah penetapan partai peserta Pemilu 2024, isu soal figur yang bertarung dalam pilkada pelan-pelan mulai bergeser. Parpol sepertinya ingin fokus memenangkan pemilihan presiden, dan memenuhi ambang batas minimal perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional.
Parpol membutuhkan tokoh yang populer dan disukai masyarakat untuk memperoleh kursi di DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten dan kota sebanyak-banyaknya. Pengurus parpol pun mulai menggeliat membuka peluang kepada tokoh masyarakat, termasuk kepala daerah, untuk menjadi caleg pada Pemilu 2024. Ukuran normatif yang dipergunakan, salah satunya merujuk dari hasil pemilu dan pilkada sebelumnya.
Bagi calon petahana pada Pilkada 2024, pemilu merupakan "pemanasan". Mereka yang masa jabatannya berakhir pada tahun ini, potensial menjadi caleg, sebelum menjadi calon kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Tidak mengherankan bila sekarang lebih awal muncul isu gubernur, bupati dan wali kota yang masa jabatannya berakhir pada tahun ini akan mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan anggota DPRD provinsi. Mantan gubernur rasanya kurang ideal menjadi caleg tingkat provinsi, begitu pula dengan mantan wali kota dan bupati bila menjadi caleg kabupaten dan kota.
Parpol juga mendorong kader potensial yang duduk sebagai anggota legislatif tingkat provinsi serta kabupaten dan kota untuk mencalonkan diri ke jenjang yang lebih tinggi. Tujuannya semata-mata mengumpulkan suara pemilih yang mencukupi untuk mendapatkan satu atau beberapa kursi.
Politisi yang menjabat sebagai kepala daerah maupun anggota legislatif tidak memiliki kapasitas yang cukup kuat untuk memilih, tetap menjadi calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi atau calon anggota DPRD kabupaten dan kota. Mereka harus mematuhi keputusan parpol jika tidak ingin terbuang dari partai yang membesarkannya.
Goresan pemilu
Tidak mudah menghadapi Pemilu Serentak 2024, yang beririsan dengan tahapan pilkada. Parpol dan caleg harus memiliki strategi agar mendapatkan hasil signifikan pada dua kontestasi pesta demokrasi tersebut.
Keputusan parpol untuk fokus menghadapi Pemilu 2024 merupakan sikap politik yang tidak dapat dihalangi. Pengurus partai dan caleg yang diusung akan menggunakan berbagai strategi politik dan kampanye semata-mata untuk meraup suara terbanyak pada pemilu.
Keputusan yang kurang bijak dapat memberi dampak kurang elok terhadap pemilih dan kandidat pilkada. Apakah peserta pemilu memikirkan psikologi pemilih? Padahal pemilih merupakan bagian terpenting, yang menentukan masa depan parpol.
Membuat pemilih kecewa pada Pemilu 2024 potensial merupakan "kiamat" bagi caleg terpilih yang mencalonkan diri pada Pilkada 2024 setelah dilantik sebagai anggota legislatif.
Kekecewaan pemilih dapat terjadi terhadap parpol peserta pemilu maupun caleg terpilih jika amanah yang dititipkan pada Pemilu 2024 tidak dilaksanakan. Pemilu 2024 bukan jembatan menuju pilkada, karena itu dua hal yang berbeda.
Caleg tidak mungkin mengampanyekan dirinya sebagai calon kepala daerah, meski sebagian tahapan penting pilkada dilaksanakan setelah pemungutan suara pemilu. Karena itu, janji politik dalam kampanye pemilu tidak sama seperti pilkada karena fungsi dan peran anggota legislatif dan kepala daerah itu berbeda.
Pemilih pada hari pemungutan suara pemilu menggunakan hak suaranya di TPS untuk memilih caleg, bukan calon kepala daerah. Secara umum, pemilih kemungkinan kecewa bila caleg terpilih yang baru seumur jagung dilantik sebagai anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi serta anggota DPRD kabupaten dan kota mencalonkan diri kembali sebagai kepala daerah.
Berdasarkan tahapan pemilu, anggota DPR dan DPD dilantik pada 1 Oktober 2024, sedangkan Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2024. Sementara pelantikan anggota DPRD provinsi serta kabupaten dan kota disesuaikan dengan akhir masa jabatan masing-masing anggota, misalnya pelantikan anggota DPRD Kepri pada 9 September 2024, sedangkan pelantikan anggota DPRD kabupaten dan kota di wilayah itu pada Agustus-Oktober 2024.
Merawat pemilih
Keberadaan partai politik mutlak dalam kehidupan politik modern yang demokratis di Tanah Air, yang secara ideal harus mampu mengaktifkan dan memobilisasi rakyat. Meski mewakili kepentingan tertentu, parpol memiliki peran memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, dan menyiapkan sarana suksesi kepemimpinan politik secara sah dan damai.
Parpol memiliki strategi untuk memasarkan produk politiknya. Paling tidak ada tiga strategi yang lazim dipergunakan parpol untuk memasarkan produk politik, yakni secara langsung kepada calon pemilih, memanfaatkan media massa dan media sosial, dan melalui kelompok, tokoh, atau organisasi yang berpengaruh.
Produk politik parpol akan lebih mudah mempengaruhi pemilih bila dikampanyekan oleh pejabat publik, tokoh masyarakat atau orang-orang yang populer. Namun pengaruh tersebut belum tentu relevan dengan hasil pemilu atau pilkada.
Cukup banyak politisi yang berhasil mendapatkan suara yang mencukupi untuk duduk sebagai anggota legislatif, namun kalah ketika bertarung saat pilkada. Strategi politik saat menghadapi pemilu dan pilkada di tahun yang sama, tidak selalu sama seperti pada pesta demokrasi sebelumnya yang terdapat rentang waktu cukup jauh antara dua kontestasi itu.
Pemilih merupakan "tuan rumah" demokrasi, yang menentukan nasib pemilu dan pilkada. Karena itu, psikologi pemilih perlu diperhatikan. Menyakiti pemilih sama saja "membunuh" masa depan parpol dan politisi yang diusung pada pemilu dan pilkada, sehingga kata yang cocok yang perlu diimplementasikan saat menjual produk politik adalah menjaga perasaan pemilih.
Menetapkan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai caleg pada Pemilu 2024 merupakan sikap spekulatif, meski bertujuan untuk mendapatkan kursi legislatif sebanyak-banyaknya sehingga dapat membangun fraksi sendiri. Menang dalam pemilu, belum tentu berhasil mendapatkan kursi kepala daerah, karena itu parpol harus memikirkan lebih matang tentang menjaga perasaan pemilih pada pemilu, yang berdampak pada pilkada.
Pemilih pada pemilu dan pilkada nyaris hampir sama. KPU akan menggunakan data pemilih pemilu sebagai dasar dalam menetapkan pemilih pada pilkada. Bila hal itu sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan caleg, maka parpol sebaiknya mempertimbangkan kembali calon potensial yang bakal bertarung saat pilkada untuk menjadi caleg pemilu.
Copyright © ANTARA 2023