Jakarta (ANTARA) - International Data Corporation (IDC) mengungkap laporan terbarunya mengenai kondisi pasar ponsel pintar di Indonesia yang pada 2022 berakhir dengan kondisi melemah terlihat dari turunnya penjualan sebesar 14,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Penurunan yang terjadi di 2022 menjadi yang pertama bagi pasar ponsel pintar Indonesia setelah 13 tahun berturut-turut menunjukkan pertumbuhan positif.
Hal tersebut nampaknya juga akan kembali terjadi di 2023 dengan adanya tantangan inflasi global yang dialami banyak negara.
"Konsumen akan lebih hati-hati dengan pengeluaran mereka dan perusahaan-perusahaan smartphone juga akan lebih hati-hati dalam menyusun strategi, sambil mengatur ulang pendekatan mereka terhadap pasar," ujar Associate Market Analyst di IDC Indonesia Vanessa Aurelia dalam siaran pers IDC, Jumat.
Baca juga: Pengiriman "smartphone" 5G di India akan lampaui 4G pada 2023
Pada laporan bertajuk "IDC Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker" khusus di kuartal IV 2022, pasar di Indonesia mengalami penurunan sebesar 17,6 persen dibandingkan dengan tahun 2021.
Meski begitu ada sedikit pertumbuhan jika dibandingkan dengan kuartal III 2022 sebesar 3,9 persen dengan jumlah pengiriman sebesar 8,5 juta unit ponsel pintar.
Peningkatan tersebut dinilai dapat tercapai dengan adanya peluncuran produk-produk baru di akhir tahun yang menggaet hati konsumen meski permintaan pasar terbilang lemah.
Salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan penjualan ponsel pintar tahun lalu ialah masih adanya tantangan terhadap rantai pasok yang masih terjadi sejak awal semester 2022.
Lalu turunnya daya beli konsumen pada gawai juga terjadi di semester II 2022.
Faktor ekonomi seperti inflasi memiliki pengaruh besar terhadap daya beli konsumen, terutama pada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, yang lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan primer mereka.
Ada juga faktor peningkatan pengeluaran di aspek-aspek lain seperti transportasi, seiring dengan kembalinya masyarakat ke kondisi normal seperti sebelum pandemi.
Jika dilihat dari segi harga, untuk ponsel kelas pemula yang dibanderol seharga 200 dolar AS ke bawah (Rp3 juta), maka kontribusinya terlihat paling besar di 2022 dengan persentase 74 persen untuk seluruh pasar ponsel di Indonesia.
Namun sebenarnya pasar ini yang paling terdampak dengan penurunan sebesar 19,8 persen dibandingkan 2021.
Di segmen kelas menengah untuk ponsel seharga 200-400 dolar AS (Rp3 juta-Rp6 juta) serta ponsel kelas atas yang dibanderol 400-600 dolar AS ke atas(Rp6 juta-Rp9 juta) justru bertumbuh dengan tingkat gabungan sebesar 3,6 persen dibanding 2021.
Sementara untuk ponsel kelas premium yang dibanderol mulai dari 600 dolar AS ke atas, justru memiliki perfoma lebih baik dengan pertumbuhan sebesar 36,9 persen dengan pemimpin pasar Apple dan Samsung.
Dari segi kanal penjualan, saat ini penjualan secara daring melambat seiring masyarakat mulai berkegiatan di luar rumah dan akhirnya berbelanja langsung ke gerai.
Untuk 2023, IDC memprediksi kondisi pasar ponsel pintar di Indonesia akan stabil dan peluang untuk pertumbuhan terbilang kecil.
“Ke depannya, IDC memperkirakan tahun 2023 akan stabil. Skenario yang lebih positif dapat membuka kemungkinan pertumbuhan kecil di angka satu digit, pada saat dunia berjuang melawan inflasi, pergerakan kurs, ketegangan geopolitik, dan kebijakan-kebijakan moneter," ujar Vanessa.
Untuk ponsel pintar dari segmen pemula diperkirakan masih akan mengalami tekanan karena masyarakat kini berfokus untuk menggunakan dananya untuk pengeluaran lain.
Sementara untuk ponsel kelas premium, nampaknya justru masih akan bertumbuh karena banyaknya pengguna ponsel pintar yang kini mengutamakan usia pemakaian ponsel yang lebih tahan lama dengan spesifikasi lebih baik.
Baca juga: Pasar smartphone 2022 jatuh ke level terendah sejak 2013
Baca juga: Tokopedia sabet penghargaan IDC Future Enterprise Awards 2022
Baca juga: Pengiriman "smartphone" China pada 2022 anjlok ke titik terendah
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023