Singapura (ANTARA) - Pasar ekuitas Asia tergelincir pada awal perdagangan Jumat, sementara dolar melayang di sekitar tertinggi enam minggu karena data ekonomi dan komentar hawkish dari pejabat Federal Reserve menghidupkan kembali kekhawatiran bahwa bank sentral AS akan tetap pada jalur pengetatan moneternya.
Data dari Departemen Tenaga Kerja AS semalam menunjukkan harga produsen bulanan meningkat pada Januari, sementara laporan terpisah dari lembaga itu menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun minggu lalu.
Indeks saham AS berakhir melemah tajam pada Kamis (16/2/2023) karena data ekonomi dari minggu ini menggarisbawahi inflasi yang kaku dan ekonomi yang tetap relatif kuat.
Melacak Wall Street, indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 0,68 persen dan ditetapkan untuk kerugian minggu ketiga berturut-turut. Nikkei Jepang turun 0,47 persen, sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia terpangkas 0,55 persen.
Indeks saham-saham unggulan China CSI 300 tergelincir 0,18 persen, sementara Indeks Hang Seng Hong Kong menyusut 0,09 persen.
"Tidak peduli bagaimana Anda memotongnya, inflasi tetap panas," kata Tapas Strickland, kepala ekonomi pasar di National Australia Bank. "Data terbaru mendukung pandangan Fed tentang perlunya terus menaikkan suku bunga dan menahannya lebih tinggi lebih lama."
Pasar sekarang memperkirakan suku bunga AS mencapai puncaknya di 5,28 persen pada Juli dan tetap di atas 5,0 persen hingga akhir tahun.
Dua pejabat Fed mengatakan pada Kamis (16/2/2023) bahwa bank sentral AS kemungkinan harus menaikkan suku bunga lebih banyak daripada yang dilakukannya awal bulan ini, dan memperingatkan bahwa kenaikan biaya pinjaman tambahan sangat penting untuk menurunkan inflasi kembali ke tingkat yang diinginkan.
"Data yang masuk tidak mengubah pandangan saya bahwa kita perlu membawa suku bunga fed fund di atas 5,0 persen dan menahannya di sana untuk beberapa waktu," kata Presiden Fed Cleveland, Loretta Mester.
Pada pertemuan kebijakan 31 Januari- 1 Februari Fed memilih untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga dan menaikkan suku bunga acuan overnight 25 basis poin ke kisaran 4,50-4,75 persen setelah serangkaian kenaikan suku bunga jumbo tahun lalu.
Namun sejak saat itu data ekonomi menunjukkan pasar tenaga kerja yang ketat dan inflasi yang panas membuat tekanan pada bank sentral untuk tetap berada di jalur pengetatan.
"Setelah laporan IHK (indeks harga konsumen) minggu ini membawa kembali kekhawatiran tentang laju pendinginan inflasi, IHP (indeks harga produsen) Januari juga terlihat lebih panas dari perkiraan," kata ahli strategi Saxo Markets.
Mereka mengatakan harga barang dan jasa meningkat pada Januari, menimbulkan keraguan atas narasi disinflasi barang dan terus mendukung tesis bahwa inflasi jasa bersifat kaku.
Meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga Fed lebih lanjut telah mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS lebih tinggi, dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun mencatat kenaikan 3,7 basis poin menjadi 3,880 persen, tertinggi sejak 30 Desember.
Imbal hasil obligasi AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, naik 4,2 basis poin menjadi 4,661 persen.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam rival utamanya, naik 0,182 persen menjadi 104,30, tertinggi baru enam minggu.
Euro turun 0,22 persen menjadi 1,0650 dolar, terendah sejak 9 Januari, Sterling terakhir diperdagangkan pada 1,1965 dolar, turun 0,23 persen.
Yen melemah 0,33 persen menjadi 134,37 per dolar, setelah menyentuh level terendah enam minggu di 134,50 di awal sesi.
Di tempat lain, minyak mentah AS turun 0,36 persen menjadi diperdagangkan pada 78,21 dolar AS per barel dan Brent berada di 84,81 dolar AS, turun 0,39 persen.
Baca juga: Saham Asia dibuka menguat, pasar abaikan risiko kenaikan suku bunga AS
Baca juga: Pasar saham Asia dibuka melemah, investor tunggu data inflasi AS
Baca juga: Saham Asia turun dan dolar berdiri kokoh setelah rilis data inflasi AS
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023