Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan pemerintah terus berupaya untuk menghadirkan ekosistem usaha yang berkeadilan bagi semua pelaku usaha.

"Pemerintah terus bekerja untuk memastikan hadirnya ekosistem usaha yang memenuhi rasa keadilan bagi pelaku usaha," kata Wapres Ma'ruf Amin di Jakarta, Kamis.

Wapres menyampaikan hal itu saat memberikan sambutan dalam acara Penyampaian Strategi Peningkatan Kinerja Persaingan Usaha Nasional dan Penganugerahan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Awards 2023 yang juga dihadiri oleh para kepala daerah pemenang penghargaan dan pejabat terkait lainnya.

"Dikotomi persaingan usaha yang tidak berimbang mesti diganti dengan kemitraan yang kuat, sehat, dan saling menguntungkan," tambah Wapres.

Menurut Wapres, peranti untuk menghasilkan ekosistem usaha berkeadilan sudah disediakan, yakni Undang-Undang Cipta Kerja yang juga memuat pengaturan persaingan usaha.

"Kini kuncinya ada pada kesiapan dan dukungan pemangku kepentingan dalam tataran eksekusinya," tambah Wapres.

Menurut Wapres, demokrasi ekonomi tidak mungkin dapat tercapai tanpa persaingan usaha yang sehat.

"Persaingan usaha yang sehat mendorong tumbuhnya inovasi, peningkatan kualitas dan keragaman produk, dan harga yang lebih kompetitif sehingga ujungnya konsumen akan diuntungkan," ujarnya.

Namun, dinamika ekonomi global dan disrupsi dunia usaha telah menjadikan persaingan bisnis kian kompleks.

"Jika ditelusuri lebih jauh, seakan-akan ada dua bandul yang bertentangan, yaitu antara perusahaan besar dan UMKM. Industri besar kerap diuntungkan dari penguasaan jaringan, serta informasi pasar dan preferensi konsumen melalui analisis big data. Beberapa privilese atau hak istimewa tersebut tidak dimiliki oleh UMKM, apalagi pelaku usaha tradisional," jelas Wapres.

Padahal, UMKM menjadi tulang punggung ekonomi dan merupakan bagian integral dari ekonomi rakyat tapi tidak menikmati bagian kue di dalam perdagangan barang dan jasa yang sama besarnya dengan perusahaan besar karena keterbatasan sumber daya dan kesempatan.

"Oleh karenanya, isu terkait demokrasi ekonomi yang seimbang dan berkeadilan penting dikedepankan oleh KPPU dalam implementasi kebijakan persaingan usaha, khususnya dalam mengoptimalkan potensi UMKM kita dalam struktur ekonomi nasional yang sehat dan kondusif," ungkap Wapres.

Wapres juga menyampaikan terjadi peningkatan Indeks Persaingan Usaha, yaitu dari angka 4,6 pada 2018 menjadi 4,8 pada 2021.

"Kita berharap angka indeks akan terus mendekati target nasional, yakni 5,0 poin," ungkap Wapres.

Ketua KPPU Afif Hasbullah dalam sambutannya mengatakan kunci peningkatan persaingan usaha adalah kebijakan dan konsistensi pelaksanaan dan pengawasan kebijakan tersebut.

"Kebijakan ekonomi yang dibuat harus mampu meningkatkan insentif perusahaan untuk mengurangi biaya, transparansi dalam harga antar pesaing, memfasilitasi konsumen untuk kritis, memudahkan perusahaan untuk masuk dan keluar pasar dan meningkatkan keinginan perusahaan untuk berinovasi," kata Afif.

Ada sejumlah cara untuk dapat meningkatkan Indeks Persaingan Usaha, yaitu pertama, meningkatkan insentif perusahaan untuk mengurangi biaya; kedua, transparansi dalam harga antar pesaing; ketiga, memfasilitasi konsumen untuk kritis.

"Dari data yang ada, Indeks Keberdayaan Konsumen dari Kementerian Perdagangan menunjukkan pada 2022 mencapai angka 53,23 persen atau berada pada level mampu. Artinya konsumen kita sudah mengenai hak dan kewajibannya untuk menentukan pilihan yang terbaik," ungkap Afif.

Cara keempat, mengurangi hambatan berusaha sehingga mempermudah perusahaan untuk masuk dan keluar pasar, serta cara kelima adalah meningkatkan keinginan perusahaan untuk berinovasi.

Berdasarkan Indeks Inovasi Global yang dikeluarkan World Intelectual Property Organization (WIPO) pada pada 2022, peringkat inovasi Indonesia ada di posisi ke-75 atau meningkat dari tahun sebelumnya di urutan 87.

Peringkat inovasi Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023