Yogyakarta (ANTARA News) - Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi yang sempat
menghilang selama tiga hari dan kini sudah berada di rumahnya kembali di Kampung Kinahrejo, Pelemsari, Kabupaten Sleman, mengingatkan masyarakat, agar tidak membuka pintu yang tertutup.
"Masyarakat hendaknya juga tidak mendahului apa yang belum terjadi. Segala sesuatu belum terjadi. Karena itu, semua orang harus menahan diri dengan tidak memprediksikan hal-hal yang belum pasti," katanya ketika ditemui di rumahnya, Kamis petang, seusai melakukan kegiatan ritual bersama Ki Joko Bodho.
Menghadapi status Awas Merapi saat ini, Mbah Maridjan yang juga bergelar R Ng Surakso Hargo menitip lima pesan kepada masyarakat dalam menghadapi apa yang dia sebut sebagai
kemarahan Merapi.
"Ada lima pantangan bagi masyarakat, agar merapi tidak marah, yaitu menjaga mulut untuk tidak mengatakan meletus, serta tidak menyebut
wedhus gembel untuk awan panas, dan tidak merusak alam Gunung Merapi," katanya.
Ia mengingatkan warga, "Kalau melihat kepulan awan panas, lebih baik mengucapkan Assalamulaikum. Jangan katakan
wedhus gembel".
"Gunung Merapi sebenarnya tidak menakutkan asal orang juga tidak berbuat sesuatu yang dapat menakutkan Gunung Merapi itu sendiri," tutur Mbah Marijan.
Soal dirinya naik ke Merapi dan sempat dikatakan "menghilang", ia mengatakan, "Saya naik ke Gunung Merapi, karena perintah hati, bukan dapat wangsit".
"Panggilan hati itulah yang mengharuskannya untuk naik ke Merapi sambil melakukan `laku prihatin` dan meminta keselamatan kepada Yang Maha Esa," ujarnya.
Mbah Marijan naik ke Pos I atau disebut Paseban Sri Manganti sekitar tiga kilometer dari puncak Merapi. Dia pergi ke pos tersebut pada 16 Mei sekitar pukul 07.00 WIB dan kembali ke rumahnya pada 18 Mei pukul 09.30 WIB. Juru kunci Gunung Merapi itu melakukan "laku prihatin" sekitar tiga hari dua malam.
Ia tidak bepergian sendiri, tetapi selalu ditemani oleh beberapa orang yang juga mengikuti "laku prihatin" itu guna meminta keselamatan dan ketenteraman hati kepada Yang Maha Esa.
"Tidak ada yang dikhawatirkan pada Merapi," tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006