Jakarta (ANTARA) - Cendekiawan muslim Najih Arromadloni atau Gus Najih menilai khilafah bertentangan dengan prinsip dan tujuan pokok agama atau maqashid syariah karena mengorbankan tujuan-tujuan syariat Islam.

"Konsekuensi yang tidak mungkin dihindarkan dari perjuangan mendirikan khilafah itu adalah peperangan dan itu jelas-jelas merusak atau mengancam nyawa banyak orang. Itu jelas bertentangan dengan syariat," kata Gus Najih dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan hal itu menanggapi rekomendasi dari pertemuan ulama dunia dalam acara perbincangan Fikih Peradaban yang digagas oleh Nahdlatul Ulama (NU) beberapa waktu lalu. Pertemuan tersebut menegaskan cita-cita dan penerapan khilafah yang tidak sesuai dengan prinsip maqashid syariah.

Gus Najih menjelaskan maqashid syariah ialah tujuan syariat Islam di mana terdapat lima tujuan Allah menurunkan syariat, yakni menjaga agama, menjaga nyawa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta.

"Semuanya adalah tujuan atau garis besar syariat," tambahnya.

Baca juga: LPOI: Khilafah bukan solusi dari persoalan kebangsaan

Dia menjelaskan negara Indonesia berdiri dengan menaungi banyak agama yang berbeda-beda. Menurut dia, Islam adalah salah satu agama yang secara sah diakui dan memiliki jumlah pemeluk paling banyak di Indonesia.

Meski demikian, lanjutnya, dasar negara Indonesia disandarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945.

"Dalam menjalankan keyakinannya, umat Islam harus memahami maksud atau tujuan dari praktik ibadah yang dijalankannya. Jika dapat memahami maksud dari hukum agama secara utuh, maka umat Islam dapat berperan dengan baik sesuai dengan kaidah agama dan segala peraturan Negara Kesatuan Republik Indonesia," jelasnya.

Dia menambahkan tidak ada negara yang rela melepaskan wilayahnya untuk diakui sebagai wilayah khilafah. Oleh karena itu, dia mengatakan masing-masing negara yang merasa terancam akan melancarkan peperangan sebagai tindakan untuk melindungi wilayahnya.

"Peperangan akan merusak banyak tatanan kehidupan manusia, seperti menimbulkan banyak korban jiwa dan merusak pergaulan yang telah terjalin antar banyak negara," kata Sekjen Ikatan Alumni Suriah (Syam) Indonesia itu.

Baca juga: Eks anggota NII : Marak kampanye khilafah karena regulasi kurang tajam

Gus Najih menilai peperangan yang ada justru bertentangan dengan apa yang ingin dicapai Indonesia sebagai suatu negara sah dan diakui di internasional.

Dia menegaskan bahwa khilafah adalah produk politik dan bukan merupakan ajaran agama apa pun, termasuk Islam, karena di dalam Al-Quran tidak ada satu pun ayat yang memerintahkan untuk mendirikan khilafah.

"Jangankan memerintahkan mendirikan khilafah, kata khilafah sendiri saja tidak ditemukan di dalam Al-Quran; yang ada hanya kata khalifah dan khalaif, tapi tidak ada satu pun yang merujuk pada sistem politik khilafah itu," katanya.

Dia menjelaskan perdamaian yang diciptakan di tengah perbedaan sebenarnya sudah dilakukan di zaman Rasulullah Muhammad melalui Piagam Madinah, kontrak sosial yang ditandatangani berbagai suku dan agama di Madinah.

Jika dalam konteks Indonesia, Piagam Madinah mirip dengan Pancasila yang sudah menjadi ideologi bangsa ini sehingga konstitusi kita tidak perlu diubah lagi.

"Tujuan negara kita ini adalah negara yang Bhinneka, kulturnya sangat heterogen yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras, dan budaya. Sehingga kita butuh sistem yang bisa menaungi semua kelompok dan unsur bangsa tersebut," ujarnya.

Gus Najih juga menilai Pemerintah perlu mengambil langkah tegas terhadap berbagai propaganda yang berpotensi merusak keutuhan masyarakat dalam berbangsa dan mengancam kedaulatan negara.

Baca juga: KH Abun: Khilafah hanya cara adu domba untuk tujuan politik

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023