sejak sel telur dibuahi sampai umur dua tahun, itu akan menentukan hitam atau putihnya seseorangAmbon (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia menyampaikan pentingnya koordinasi lintas sektor guna menekan angka stunting di Maluku.
"Pemerintah pusat telah menetapkan target prevalensi stunting setiap tahunnya adalah tiga persen, pada 2022 kita mencapai 2,8 persen ini harus dievaluasi dengan meningkatkan koordinasi lintas sektor," ujar Deputi Bidang Lalitbang BKKBN RI Rizal Damanik dalam Pra Rapat Koordinasi Daerah di Ambon, Rabu.
Menurutnya program BKKBN pada masing-masing kabupaten kota di Indonesia harus dapat menjangkau dan menggugah kesadaran masyarakat.
"Bikin program itu santai tapi serius supaya meningkatkan keterlibatan masyarakat, tentang pentingnya rutin ke posyandu, contohnya seperti diselingi demo masak, lomba foto, dan lain sebagainya," kata Rizal menjelaskan.
Selain itu kerja sama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Swasta utamanya dalam bidang ilmu gizi dinilai penting untuk memberikan inovasi terbaru dalam menekan prevalensi stunting.
"Kita kan sudah kerja sama dengan PTN dan PTS di seluruh Indonesia, harusnya itu bisa dimanfaatkan dengan baik," tegasnya.
Baca juga: Untuk tekan stunting, PKK ajak warga Maluku konsumsi pangan lokal
Baca juga: Kapolda Maluku siap bantu BKKBN menangani stunting
Menurut dia, permasalahan stunting merupakan persoalan jangka panjang sehingga berpengaruh pada Sumber Daya Manusia (SDM).
Apabila percepatan penurunan stunting tak dibarengi dengan inovasi maka akan berdampak pada daya saing bangsa di era modern saat ini
"Stunting dimulai sejak sel telur dibuahi sampai umur dua tahun, itu akan menentukan hitam atau putihnya seseorang," jelasnya.
Sebelumnya berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Maluku mencapai 26,1 persen pada 2022.
Angka ini menempatkan Provinsi Maluku berada di peringkat ke-13 nasional.
Meski demikian masih ada kabupaten di Maluku dengan prevalensi stunting yang bahkan mencapai 41,6 persen yakni Buru Selatan.
Rizal mengatakan hal tersebut tentunya menjadi bahan evaluasi pada rapat koordinasi nanti.
"Nanti kita cek apakah pendataannya sudah benar, apakah bidannya juga memberikan edukasi atau seperti apa, " tandasnya.
Baca juga: Dinkes Ambon gencarkan edukasi gizi seimbang cegah stunting
Menurut dia, permasalahan stunting merupakan persoalan jangka panjang sehingga berpengaruh pada Sumber Daya Manusia (SDM).
Apabila percepatan penurunan stunting tak dibarengi dengan inovasi maka akan berdampak pada daya saing bangsa di era modern saat ini
"Stunting dimulai sejak sel telur dibuahi sampai umur dua tahun, itu akan menentukan hitam atau putihnya seseorang," jelasnya.
Sebelumnya berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Maluku mencapai 26,1 persen pada 2022.
Angka ini menempatkan Provinsi Maluku berada di peringkat ke-13 nasional.
Meski demikian masih ada kabupaten di Maluku dengan prevalensi stunting yang bahkan mencapai 41,6 persen yakni Buru Selatan.
Rizal mengatakan hal tersebut tentunya menjadi bahan evaluasi pada rapat koordinasi nanti.
"Nanti kita cek apakah pendataannya sudah benar, apakah bidannya juga memberikan edukasi atau seperti apa, " tandasnya.
Baca juga: Dinkes Ambon gencarkan edukasi gizi seimbang cegah stunting
Baca juga: FORIKAN Maluku ajak masyarakat gemar konsumsi ikan cegah kekerdilan
Baca juga: BKKBN Malut fokus wujudkan program penurunan stunting di kawasan 3T
Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023