Jadi, modus tersangka ini adalah memperdagangkan sertifikat buatan sendiri tanpa melalui prosedur.
Batam (ANTARA) - Polda Kepulauan Riau mengungkap kasus penerbitan sertifikat vaksin palsu atau tidak sesuai dengan prosedur serta menangkap seorang tersangka berinisial DW (36) asal Kota Batam.
"Polda Kepri berhasil mengungkap penerbitan sertifikat vaksin dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi secara ilegal pada tanggal 2 Februari 2023, kemudian menangkap seorang tersangka berinisial DW," kata Kapolda Kepri Irjen Pol. Tabana Bangun saat konferensi pers di Batam, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa tersangka DW ini terbukti dengan sengaja membuat sertifikat vaksin palsu atau tidak sesuai dengan prosedur. Selain itu, disebarkan dengan menarik sejumlah biaya tanpa dilakukan pemeriksaan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
"Jadi, modus tersangka ini adalah memperdagangkan sertifikat buatan sendiri tanpa melalui prosedur," katanya.
Menurut dia, hal ini tentu bisa menimbulkan kerugian kepada masyarakat yang memperoleh sertifikat dengan mengikuti aturan dari pemerintah.
"Tentunya ini merugikan masyarakat pada umumnya. Maka dari itu, dilakukan penangkapan terhadap tersangka ini. Mudah-mudahan dengan adanya pengungkapan kasus ini, tidak ada lagi sertifikat yang berkaitan dengan kesehatan disalahgunakan di tengah-tengah masyarakat dan perlindungan kesehatan kepada masyarakat bisa lebih optimal," kata dia.
Baca juga: Wali Kota Makassar pastikan oknum pemalsu sertifikat vaksin dipecat
Baca juga: Polda Jabar memburu pemilik sertifikat ilegal vaksin COVID-19
Di tempat yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri Kombes Pol. Nasriadi menyebutkan tersangka DW tidak bekerja sendirian, tetapi ada orang yang bekerja sama dengannya yang saat ini masih dalam pencarian.
"Kasus ini adalah rangkaian sindikat. Mereka ini awalnya memberikan pengumuman di media sosial yang bunyinya mengajak orang-orang untuk divaksin tanpa melalui prosedur," katanya.
Selain itu, komplotan itu juga membobol aplikasi milik pemerintah, Peduli Lindungi.
Uang yang diminta kepada para pembeli itu, kata dia, sekitar Rp100 ribu sampai Rp150 ribu per sertifikat vaksin.
"Artinya mereka bisa mengeluarkan sertifikat bebas COVID-19 tanpa perlu divaksin. Ini masih kami kembangkan, siapa aktor di balik ini semua," ujarnya.
Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 30 ayat (1) juncto Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.
Pewarta: Ilham Yude Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023