"Kami terkendala untuk aturan menyalurkan dana BPDPKS untuk koperasi petani sawit, ada Permentan tapi rumit. Jadi sulit untuk dijalankan," ujar Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
"Presiden perintahkan saya udah bikin Perpres saja, jadi nanti mau di Maluku, Kalimantan dan akan mengubah struktur industri," paparnya.
Dalam kesempatan itu, Teten menuturkan, pilot project (proyek percontohan) minyak makan merah yang bakal beroperasi di tiga kabupaten di Sumatera Utara yakni Langkat, Asahan dan Deli Serdang serta Kalimantan akan menjadi kekuatan karena bakal dipasarkan dengan harga murah.
"Ini murah karena terintegrasi (pabrik dengan kebun sawit)," paparnya.
Adapun pabrik minyak makan merah didesain per 1.000 hektar perkebunan sawit akan dibangun satu pabrik minyak makan merah di area yang tidak berjauhan, sehingga hal ini akan memangkas biaya logistik. Adapun harga minyak makan merah diperkirakan bakal dipasarkan dengan harga Rp9.000 per liter dengan mengikuti fluktuasi crude palm oil (CPO) dan tandan buah segar (TBS).
Perihal produksi, dijelaskan juga standar nasional Indonesia (SNI) telah terbit dan dalam praktiknya dikhususkan untuk koperasi, serta tidak diijinkan untuk industri besar.
Teten pun menekankan, regulasi minyak goreng reguler berada di dalam peraturan Kementerian Pertanian (Permentan), sedangkan minyak makan merah berada di bawah KemenKop UKM.
Baca juga: Menteri BUMN Tinjau Progress Pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah di Sumatera Utara
Baca juga: Teten: Pembangunan pabrik minyak makan merah tunggu payung hukum
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023