Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggagalkan aksi penyelundupan satwa liar dilindungi jenis bekantan dan owa jenggot putih di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Kepala Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi Dodi Kurniawan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan wujud komitmen pemerintah dalam memberantas tindak kejahatan terhadap satwa liar yang dilindungi undang-undang.
“Kami akan mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, sehingga dapat mengungkap jaringan dan menghentikan penyeludupan satwa yang dilindungi,” ujarnya.
Baca juga: Gakkum KLHK bongkar penjualan online bagian tubuh satwa dilindungi
Pada 9 Februari 2023, tim operasi Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan menangkap sopir minibus berinisial ZH yang berusia 23 tahun. Dia merupakan pelaku penyelundupan satwa liar yang dilindungi secara hukum.
Dari tangan pelaku, tim mengamankan satwa liar dilindungi yang terdiri atas tiga ekor bekantan (Nasalis larvatus) dengan kondisi satu ekor dalam keadaan mati, serta dua ekor owa jenggot putih (Hylobates albibarbis).
Satwa liar dilindungi tersebut dititipkan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sulawesi Utara SKW II Gorontalo. Sedangkan pelaku dimintai keterangan oleh petugas untuk mendalami kasus penyelundupan tersebut.
Dodi menjelaskan pengungkapan kasus penyelundupan satwa liar dilindungi itu terkuak berkat informasi dari masyarakat yang melihat adanya satwa liar di dalam kandang yang dimuat dalam mobil minibus di Terminal Andalas, Kota Gorontalo.
Baca juga: KLHK amankan penjual bagian satwa dilindungi di Kota Bekasi
Baca juga: BKSDA Maluku amankan sejumlah satwa liar dari Pelabuhan Yos Sudarso
Berdasarkan informasi yang diperoleh tim, lanjutnya, satwa tersebut dititipkan di mobil minibus angkutan penumpang dari Desa Toboli Sulawesi Tengah ke Kota Gorontalo untuk diserahkan ke perwakilan travel di Kota Gorontalo dan rencananya dibawa ke Kota Manado.
"Pelaku disangkakan melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," kata Dodi.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023