Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Kamis pagi, melemah hingga di atas level 9.000 per dolar AS menjadi 9.220/9.250 dibanding penutupan hari sebelumnya pada posisi 8.890/9.060 atau turun 330 poin.
"Rupiah kembali terkoreksi setelah sebelumnya menguat, karena pelaku pasar membeli dolar AS menjelang bank sentral AS pada pertemuan Juni akan membahas kenaikan suku bunga," kata Direktur PT Bank Niaga, Catherina Hadiman, di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pelaku lokal kembali memburu dolar AS setelah hari sebelumnya melepas, karena bank sentral AS berencana akan menaikkan tingkat suku bunganya setelah harga indeks konsumen AS dari bulan ke bulan naik 0,3 persen.
Kenaikan indeks harga konsumen AS tidak disukai Amerika karena mengganggu pertumbuhan di dalam negeri, katanya.
Di sisi lain, ia lebih lanjut mengatakan investor asing yang menempatkan dananya di pasar saham dan SBI juga kembali berspekulasi untuk melepas dan menukarkannya dengan dolar AS, sehingga menekan rupiah dan membuat mata uang lokal merosot 300 poin lebih.
Meski demikian, katanya BI diperkirakan akan tetap komit untuk berada di pasar untuk mengawal rupiah, sehingga apabila terjadi sesuatu dapat mengambil langkah yang tepat.
Rupiah, menurut dia, sempat merosot hingga di level Rp9.250 per dolar AS, namun secara perlahan-lahan menguat hingga posisinya berubah jadi Rp9.220 sampai pasar ditutup pada sesi pagi.
Pasar saat ini didominasi aksi lepas rupiah yang cukup sarat, sehingga keterpurukan rupiah sangat tajam. Hal ini menunjukkan peranan investor di pasar sangat dominan sekali.
Keterpurukan rupiah juga diikuti oleh melemah indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) turun lebih dari 5 persen menjadi 1.379.51 atau turun 82 poin, akibat banyaknya aksi lepas saham di pasar, tuturnya.
BI masuk pasar
Sementara itu, Gubernur BI Burhanuddin Abdulah mengatakan, "We are in the market, kita akan jaga rupiah."
"Perkembangan rupiah, kita akan perhatikan kepentingan impor dan ekspor dalam konteks fluktuasi jangan sampai besar," katanya.
Burhanuddin mengatakan dalam keadaan apapun BI tetap berada di pasar karena ingin memonitor perkembangan rupiah baik dari sisi eksternal maupun domestik.
BI ke depan, katanya, akan menjaga perbedaan suku bunga sehingga tetap menarik bagi investor dan juga bagi perekonomian Indonesia. (*)
Copyright © ANTARA 2006