Yogyakarta (ANTARA News) - Juru kunci Gunung Merapi, Mbah Marijan kini berada di Paseban Srimanganti atau yang dikenal sebagai Pos I yang berjarak sekitar tiga kilometer dari puncak gunung api tersebut untuk melakukan ritual pemanjatan doa kepada Allah SWT, terkait dengan aktivitas Merapi yang kini dalam status awas. "Mbah Marijan naik ke paseban melalui jalur selatan, Selasa (16/5) pagi sekitar pukul 06.30 WIB untuk berdoa agar warga sekitar lereng Merapi dan masyarakat Yogyakarta diberi keselamatan," kata keponakan Mbah Marijan, Nardi di kediaman juru kunci Gunung Merapi itu, Kinahrejo, Dusun Pelemsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Rabu malam. Menurut dia, Mbah Marijan sudah biasa naik ke kawasan tersebut bahkan juga ke tempat labuhan yang dikenal sebagai Pos II yang berjarak hanya sekitar dua kilometer dari puncak gunung api teraktif di Indonesia itu untuk membersihkan dan mempersiapkan lokasi ketika Kraton Yogyakarta hendak melakukan ritual labuhan. "Atas dasar itu, saya tidak khawatir terhadap keselamatan Mbah Marijan ketika naik ke Paseban Srimanganti, kendati ada ancaman wedhus gembel(awan panas), karena beliau sudah terbiasa dan akrab dengan kawasan di Gunung Merapi tersebut. Meskipun hingga saat ini Mbah Marijan belum pulang, saya yakin beliau dalam keadaan selamat," katanya. Saat ditanya kapan Mbah Marijan pulang dari Paseban Srimanganti, ia mengatakan, tidak tahu pasti, karena beliau tidak memberitahukan pada keluarga tentang lamanya waktu melakukan ritual tersebut. Mbah Marijan berada di tempat tersebut bisa satu hari, tiga hari, bahkan lebih dari lima hari, tergantung beliau sendiri. "Jadi, saya tidak bisa memastikan kapan Mbah Marijan pulang. saya hanya bisa berdoa semoga Mbah Marijan, keluarga, warga lereng Merapi, dan masyarakat Yogyakarta diberi keselamatan oleh Allah SWT terkait dengan aktivitas Merapi yang masih mengeluarkan awan panas dan lava pijar," katanya. Sementara itu, anak sulung Mbah Marijan, Panut Utomo mengatakan, awalnya tidak tahu jika Mbah Marijan naik ke Merapi, karena pada saat itu dirinya masih berada di pasar untuk belanja kebutuhan sehari-hari dan warung makan yang dikelolanya. "Saya saat itu tidak tahu, karena masih di pasar. Ketika pulang dari pasar saya lihat pintu rumah tertutup semua, dan bapak (Mbah Marijan) tidak ada di rumah, rumah dalam keadaan sepi, kemudian saya tanya tetangga dan ada yang melihat bapak naik ke Merapi," katanya. Ia mengaku, tidak mengetahui keperluan Mbah Marijan naik ke Merapi, apalagi maksud dan tujuannya, karena dirinya tidak diberitahu. Namun, ia membenarkan bahwa Mbah Marijan sering naik ke Merapi, terutama jika Kraton Yogyakarta akan mempunyai hajat menyelenggarakan ritual labuhan. "Jika Kraton Yogyakarta akan punya hajat labuhan, bapak sering naik ke tempat labuhan atau Pos II yang jaraknya sekitar dua kilometer dari puncak Merapi untuk membersihkan lokasi dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam ritual tersebut," katanya. Mbah Marijan yang lahir pada 1927 diangkat sebagai juru kunci Merapi oleh Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang merupakan ayahanda Sri Sultan Hamengku Buwono X, pada 1982 dan diberi gelar R Ng Surakso Hargo. Mbah Marijan yang menjadi juru kunci Merapi menggantikan bapaknya R Ng Sulakso Hargo itu dikarunia enam anak, yakni Panut Utomo (50), Suradiyem meninggal pada 1993, Sulastri (45), Asih (40), Sulastri (36), dan Widodo (30).(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006