BRI itu tidak melulu digital, tapi tidak juga melulu konvensional.
Jakarta (ANTARA) - Segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan kekuatan inti Bank BRI. Begitulah bank yang telah berusia 127 tahun itu menggambarkan pentingnya UMKM bagi perseroan dalam profil perusahaan.
Sudah jamak disebutkan bahwa UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia karena menyumbang dua per tiga dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan 97 persen tenaga kerja diserap oleh sektor tersebut.
Meski demikian, tulang punggung itu ternyata juga bisa "sakit" diserang oleh COVID-19 yang mulai mewabah di Tanah Air pada 2020 lalu. UMKM yang pada krisis sebelumnya tahan banting pun luluh lantak karena adanya pembatasan sosial saat pandemi. Tak ayal, ekonomi Indonesia juga sempat ikut terseret jatuh hingga minus lebih dari 5 persen.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk bahkan harus melakukan restrukturisasi kredit sekitar 4 juta nasabah dengan nilai Rp256,3 triliun guna menyelamatkan para pelaku UMKM. Perlahan tapi pasti, jumlah nasabah yang kreditnya direstrukturisasi oleh bank tersebut terus berkurang hingga saat ini menjadi 1,39 juta nasabah dengan nilai Rp116,45 triliun.
Kini, hampir tiga tahun pandemi melanda Tanah Air, pelaku UMKM tampak optimistis menyongsong 2023. BRI Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) Index menunjukkan persepsi UMKM terhadap kondisi perekonomian domestik pada 3 bulan pertama tahun ini semakin baik, yang ditunjukkan oleh indeks ekspektasi pelaku UMKM naik menjadi 130,1 pada kuartal IV 2022 dari kuartal sebelumnya 126,5.
Sementara itu, indeks bisnis UMKM juga menunjukkan volume dan omzet penjualan produk UMKM meningkat pada kuartal IV 2022, dari sebelumnya 103,2 menjadi 105,9.
Kepercayaan pelaku usaha terhadap kemampuan Pemerintah mengendalikan dan mengonsolidasikan perekonomian juga meningkat, dari 127,2 menjadi 138,3.
Dari hasil survei yang sama, sebanyak 55 persen dari responden UMKM memperkirakan nilai penjualan produk mereka akan meningkat pada tahun ini dibandingkan 2022, sementara 36,6 persen mengatakan akan sama saja, dan hanya 8,4 persen yang mengatakan nilai penjualan akan lebih rendah.
Untuk responden UMKM yang memperkirakan nilai penjualan produk mereka akan meningkat, sebanyak 23 persen menyebut peningkatannya akan mencapai 20 hingga 29 persen, dan 43 persen menyebut peningkatannya hanya berkisar 1 sampai 19 persen. Tahun 2023 yang disebut sebagai tahun politik pun dinilai akan cenderung memberi dampak positif terhadap omzet penjualan pelaku UMKM pada tahun ini jelang gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Optimisme UMKM tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tumbuh positif di tengah ketidakpastian global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,31 persen (yoy) dan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2013 silam.
Konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi ekonomi domestik pada tahun lalu dengan kontribusi 2,61 persen. Konsumsi rumah tangga berhasil tumbuh 4,93 persen (yoy) pada 2022 dibanding 2021 yang hanya tumbuh 2,02 persen (yoy). Membaiknya pendapatan masyarakat mendorong penguatan seluruh kelompok konsumsi, utamanya pada kelompok konsumsi transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel, seiring pulihnya mobilitas masyarakat yang mendorong aktivitas dunia usaha.
Agar UMKM di Indonesia bisa bangkit, bertransformasi digital pun menjadi sebuah keniscayaan. Pelaku UMKM dituntut lebih adaptif dan memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produknya serta menjangkau pasar yang lebih luas. Mau tidak mau, UMKM harus masuk ke ekosistem digital.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), saat ini lebih dari 20,76 juta UMKM sudah masuk ke ekosistem digital dari sebelum pandemi yang hanya mencapai sekitar 9 juta UMKM. Dengan kata lain, sekitar 32 persen dari total 64 juta UMKM telah memasuki ekosistem digital. Pada tahun ini, 24 juta UMKM ditargetkan bergabung dalam ekosistem digital dan mencapai 30 juta UMKM pada 2024 mendatang.
Keberadaan ekosistem digital dapat menjadi solusi bagi pedagang, nelayan, dan petani, yang kesulitan mengakses berbagai layanan keuangan serta kesusahan dalam mengembangkan bisnisnya. Sebagai bank yang menjadikan UMKM sebagai bisnis utama, BRI menyadari betul hal tersebut. Bank ini juga bertransformasi.
Bank BUMN tersebut pun memilih untuk menggunakan strategi hibrida (hybrid) bank menghadapi era digitalisasi dengan memberikan layanan digital dan konvensional berbarengan. Meminjam kata Direktur Utama BRI Sunarso, BRI itu "Tidak melulu digital, tapi tidak juga melulu konvensional".
Emiten berkode saham BBRI itu tidak dapat melakukan digitalisasi layanan perbankan secara komprehensif sebab nasabah-nasabah berusia tua cenderung tidak bisa mengakses layanan secara digital. Perusahaan mendigitalisasi layanan inti terutama untuk nasabah di kota yang berusia muda agar bank tersebut tidak tertinggal tren penggunaan layanan perbankan digital, namun di sisi lain tetap mempertahankan layanan perbankan konvensional.
Ratusan ribu agen BRILink yang mampu hadir di kehidupan sehari-hari nasabah di pedesaan pun dipilih oleh nasabah bank pelat merah ini, terutama nasabah pemilik usaha ultra mikro dan mikro di pedesaan, yang dibidik menjadi sumber pertumbuhan baru bank ini setelah terciptanya Holding Ultra Mikro (UMi).
Hibrida diterapkan oleh bank tersebut usai mengadakan survei yang menunjukkan bahwa sebagian besar nasabah BRI sudah familiar dengan platform digital, meskipun penetrasi ponsel kecil, literasi keuangan masih rendah, dan pengetahuan terhadap produk keuangan di luar produk tabungan perbankan juga minim.
Namun, pembayaran secara tunai dengan uang kertas atau logam juga masih dominan menjadi pilihan nasabah. Selain itu, nasabah bank ini juga masih membutuhkan institusi yang melekat di masyarakat setempat, karena mayoritas pelaku usaha mikro dan mikro di desa tidak punya aliran uang yang stabil sehingga kadang nasabah lebih memilih mendapatkan layanan dari agen.
Ratusan ribu agen
Saat ini bank tersebut memiliki lebih dari 590 ribu agen BRILink di seluruh Indonesia dengan total nilai transaksi mencapai lebih dari Rp1.400 triliun dalam setahun. Pada 2023, bank BUMN menargetkan jumlah agen BriLink menyentuh angka 615 ribu agen.
Berbicara transformasi digital, sejatinya bank ini sudah memulainya sejak enam tahun lalu. Salah satu layanan yang dihasilkan dari transformasi tersebut adalah BRI Application Programming Interface atau BRIAPI. Mengutip laman resmi BRI, BRIAPI adalah layanan open banking milik BRI yang dikembangkan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses integrasi produk dan layanan bank dengan berbagai aplikasi front-end pihak ketiga. Tujuannya adalah untuk membuka gerbang kolaborasi dan mendukung pembangunan ekonomi digital Indonesia.
BRIAPI telah menjangkau lebih dari 386 perusahaan mitra di seluruh Indonesia, baik perusahaan digital seperti e-commerce, fintech, ride hailing, API enabler, hingga perusahaan non-digital seperti universitas dan lembaga pemerintahan.
Bank tersebut juga merilis aplikasi pinjaman digital untuk pembiayaan di e-commerce Ceria yang memiliki limit pinjaman hingga Rp20 juta dengan tenor maksimal 12 bulan. Masyarakat dapat mengajukan pinjaman via aplikasi Ceria yang akan diproses kurang dari 10 menit. Ceria pun telah mengakomodir kebiasaan generasi milenial, yakni buy now, pay later, sebagai salah satu moda pembayaran digital.
Selanjutnya adalah BRImo yang merupakan financial super app milik perseroan. Dengan aplikasi tersebut, masyarakat bisa membuka rekening tanpa ke bank, tarik tunai tanpa kartu, top up BRIZZI dan dompet digital, isi pulsa, dan transaksi lainnya. Layanan mobile banking BRI itu juga telah mengadopsi penggunaan teknologi biometrik melalui sidik jari dan pengenalan wajah guna memudahkan dan menjamin keamanan pengguna.
Di sisi lain, di tengah tingkat literasi dan adopsi digital yang beragam, bank tersebut pun mengutus tenaga pemasar sekaligus sebagai penyuluh digital di seluruh wilayah Indonesia. Guna menopang pekerjaan penyuluh digital dalam mengedukasi masyarakat tentang transaksi digital, perseroan pun mengembangkan sejumlah aplikasi untuk memfasilitasi mereka seperti aplikasi khusus Agen BRILink, BRISpot, hingga Senyum Mobile.
Di lapangan, Agen BRILink dipersenjatai dengan aplikasi yang memiliki fitur lengkap seperti rekomendasi nasabah dan rekomendasi agen atau merchant untuk diakuisisi, sedangkan aplikasi BRISpot juga telah dilengkapi proses credit scoring hingga fraud detection untuk membantu tenaga pemasar memproses pengajuan pinjaman dengan proses kurang dari dua hari.
Sementara itu, Senyum Mobile, merupakan produk terbaru dari holding Ultra Mikro (UMi) yang membantu tenaga pemasar BRI, Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk saling cross-selling dan cross-referral. Aplikasi tersebut dilengkapi dengan recommender system yang dapat merekomendasikan nasabah potensial beserta produk yang cocok untuk ditawarkan, kepada para tenaga pemasar.
Transformasi digital yang terus dilakukan bank yang saham mayoritasnya dikuasai Pemerintah Indonesia itu pun membuahkan hasil. BRI mampu mencetak laba yang tinggi karena lebih efisien sekaligus menjangkau lebih banyak pelaku UMKM di seluruh pelosok Ibu Pertiwi.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023