Jakarta (ANTARA) - Indonesia dan Rusia belum lama ini memperingati 73 tahun hubungan diplomatik kedua negara yang sudah dimulai sejak tahun 1950.
Perayaan hubungan diplomatik itu turut dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Moskow, di Atrium Gostniny Dvor, dekat Lapangan Merah, Kremlin, Moskow, 2 Februari 2023, dengan mengundang pejabat dan perwakilan mitra RI di Rusia.
Hubungan yang dijalin selama 73 tahun tidaklah singkat. Sebagai perbandingan, hubungan diplomatik Indonesia dengan tetangga satu rumpun Malaysia masih jauh lebih muda, yakni berusia 66 tahun.
Oleh karenanya hubungan diplomatik Indonesia dengan Negeri Beruang Merah patut diperhitungkan dan dijaga dalam berbagai sektor, tidak terkecuali dalam sektor investasi.
Salah satu peluang investasi yang dibuka Indonesia kepada investor luar negeri adalah proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Presiden RI Joko Widodo meminta pintu investasi IKN dibuka seluas-luasnya.
Oleh karenanya menarik untuk melihat bagaimana peluang Rusia, yang kini tengah dalam situasi perang dan mendapat beragam sanksi Barat, untuk bisa berkontribusi pada pembangunan IKN melalui skema investasi.
Hanya saja, sebelum masuk pada pembahasan peluang investasi Rusia di IKN, ada baiknya menilik kembali sejarah hubungan Indonesia dengan Rusia. Sejarah ini perlu diulas karena di masa lalu Rusia yang dulunya Uni Soviet, juga pernah terlibat dalam pembangunan Ibu Kota Jakarta.
Hubungan baik antara Indonesia-Rusia tidak bisa lepas dari sejarah bagaimana hubungan itu dibangun, yakni pada era kejayaan Uni Soviet (sebelum runtuh dan menjadi Rusia).
Di era kemerdekaan dulu, terlepas dari gejolak perang dingin terkait ideologi dan kebijakan politik yang dianut Uni Soviet kala itu, hubungan antara Indonesia dan Uni Soviet sangatlah erat bak dua saudara, yang ditunjukkan oleh persahabatan Presiden pertama RI Sukarno dengan pemimpin Uni Soviet kala itu Nikita Khrushchev.
Dalam perjalanannya, sebagai dikutip buku memoar “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” karya Cindy Adams, Bung Karno mengaku lebih senang namanya ditulis Sukarno ketimbang Soekarno yang merupakan ejaan kolonial), berhasil membuat Uni Soviet memberikan pinjaman lunak bagi Indonesia untuk pembangunan sejumlah infrastruktur di Ibu Kota Jakarta.
Berbekal gaya diplomasinya yang “ceplas-ceplos” dan tidak mau didikte, Sukarno justru bisa meyakinkan hati sahabatnya Khrushchev untuk memberikan pinjaman lunak.
Pinjaman lunak dari Uni Soviet pun digunakan Indonesia untuk membangun berbagai infrastruktur.
Dalam buku memoar persahabatan “Sukarno & Khrushchev” yang ditulis Sigit Aris Prasetyo dijabarkan beberapa infrastruktur bangunan yang berhasil didirikan melalui kerja sama dengan Uni Soviet, antara lain, Stadion Gelora Bung Karno, Rumah Sakit Persahabatan, Tugu Monas, Patung Tugu Tani, hingga Patung Pembebasan Irian Barat.
Pembangunan sejumlah bangunan itu atas prakarsa Sukarno sendiri, mulai dari stadion sampai patung-patung. Maklum, di era kemerdekaan, guna meningkatkan rasa nasionalisme, khususnya bagi masyarakat bawah nonterpelajar, perlu dibangun berbagai patung sebagai simbol perjuangan yang mampu membakar semangat.
Sementara pembangunan stadion, yang sempat dipertanyakan manfaatnya oleh Uni Soviet, diperlukan Sukarno untuk mengumpulkan massa, sebagai panggung orasi yang membakar semangat rakyat kala itu.
Terlepas dari hal-hal yang simbolis itu, keberhasilan Sukarno dalam mendapatkan pinjaman Uni Soviet di era awal kemerdekaan, secara tidak langsung telah membuat Uni Soviet ikut terlibat dalam pembangunan awal ibu kota negara, Jakarta, kala itu.
Arsitektur yang dibangun dengan sentuhan Uni Soviet, umumnya megah dan kokoh, layaknya bangunan-bangunan yang mereka bangun sendiri di negara asal. Stadion Gelora Bung Karno sendiri merupakan stadion kembar dengan yang ada di Rusia, yaitu Stadion Luzhniki.
Ceritanya, Sukarno yang pernah berkesempatan mengunjungi Stadion Luzhniki saat ke Moskow, pada suatu kesempatan meminta Uni Soviet membangun stadion serupa di Jakarta dan berdirilah Stadion Gelora Bung Karno.
Peluang investasi Rusia
Setelah melihat sedikit sejarah persahabatan Indonesia dengan Rusia yang dulu bernama Uni Soviet dan keterlibatannya dalam pembangunan Ibu Kota Jakarta, maka tidak ada salahnya melihat peluang kontribusi negara itu dalam pembangunan Ibu Kota Baru Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Pakar dari ASEAN Centre di Universitas Moscow State Institute of International Relations (MGIMO) Dr. Nikita Kuklin memiliki pandangan tentang peluang investasi Rusia di IKN Indonesia.
Opini lengkap Nikita dipublikasi dalam laman russiancouncil.ru yang dapat diakses dalam link di sini
ANTARA telah meminta izin secara langsung kepada Nikita untuk memublikasi sebagian pandangannya itu.
Pada 5 Januari 2023, Duta Besar Indonesia untuk Rusia Jose Antonio Morato Tavares mengumumkan bahwa Indonesia mengundang investor dari Rusia untuk berpartisipasi dalam pembangunan ibu kota baru Nusantara di Pulau Kalimantan.
Posisi ini menunjukkan keinginan Indonesia atas keikutsertaan perusahaan Rusia dalam proyek IKN.
Sebelumnya, pada musim panas 2022, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva juga mengatakan bahwa negara itu telah ditawari untuk bergabung dalam proyek pemindahan ibu kota.
Nikita secara terbuka berpandangan dalam konteks adanya sanksi Barat yang diberikan kepada Rusia, partisipasi negaranya dalam pembangunan ibu kota baru Indonesia akan lebih dari sekadar menguntungkan dari sudut pandang politik dan ekonomi, karena perusahaan Rusia, termasuk perusahaan negara besar, bisa masuk ke program konstruksi jangka panjang, yang dijamin akan didukung oleh negara yang bersahabat.
Selain itu, prinsip kemitraan publik-swasta di Indonesia, menurutnya, juga cukup mirip dengan apa yang dilakukan Rusia, yaitu memajukan kepentingan korporasi nasional, dengan adanya dukungan lembaga negara.
Peluang keterlibatan Rusia di IKN dapat terwujud, salah satunya jika ada kesepakatan politik dan negosiasi timbal balik antara kementerian dan otoritas terkait di kedua negara.
Akan tetapi, untuk mendukung kesepakatan tersebut diperlukan keterlibatan aktif tidak hanya para otoritas terkait maupun diplomat, tetapi juga para ahli dan perwakilan masyarakat sipil.
Pengalaman Moskow dalam pembangunan transportasi dan infrastruktur pintar perkotaan yang cukup tinggi, dapat membuka peluang negosiasi antara otoritas Ibu Kota Nusantara dan Pemerintah Moskow.
Dia memandang hal tersebut juga menjadi prospek yang jelas bagi perusahaan negara Rusia, seperti Rosatom, Rostec dan Roscosmos, yang mampu membangun kota pintar hijau mencakup teknologi manajemen infrastruktur transportasi, Internet of things, teknologi luar angkasa untuk mengontrol konstruksi dan sistem pasokan energi untuk modal atau zona ekonomi masa depan di sekitarnya.
Terlebih dengan kabar adanya perusahaan investasi Jepang yang menarik diri dari IKN, Rusia dapat mengisi kekosongan tersebut.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, perusahaan negara Kereta Api Rusia sejatinya telah memiliki sejumlah perjanjian dengan Indonesia. Sebagai contoh, pada 2018, Kementerian Perhubungan Federasi Rusia dan Indonesia sepakat untuk menyiapkan roadmap pembentukan inisiatif transportasi bersama, di antaranya adalah rencana pembangunan jalur kereta api dan infrastruktur terkait di Pulau Kalimantan.
Pada pertemuan dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Moskow pada 30 Juni 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin secara khusus menekankan minat berkelanjutan negara itu dalam pelaksanaan proyek transportasi ini dengan keterlibatan selanjutnya dalam pelaksanaan inisiatif skala besar kepemimpinan Indonesia untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan.
Melihat pemaparan Nikita itu, kedua negara memiliki keinginan yang sejalan, di mana Indonesia membuka pintu bagi Rusia untuk berinvestasi di IKN dan diikuti dengan kesediaan Rusia untuk mengambil peran.
Pertanyaan besarnya apakah keterlibatan Rusia yang tengah banyak mendapatkan sanksi Barat ini akan memiliki risiko dalam pembangunan IKN?
Nikita mengatakan meskipun sanksi Barat terhadap Rusia dan keadaan konflik secara umum dalam sistem hubungan internasional menjadi tantangan untuk berpartisipasi dalam proyek pembangunan Ibu Kota Indonesia, tetapi Indonesia dapat melindungi kepentingan investor.
Indonesia sejak awal kemerdekaan menganut prinsip-prinsip kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, serta pemeliharaan perdamaian.
Kerja sama bilateral yang erat, negosiasi yang konsisten, kepentingan bersama, dan proposal khusus dari kedua belah pihak dapat mempersiapkan setiap perusahaan yang terlibat dalam investasi untuk menghadapi potensi risiko.
Adapun kendala nyata saat ini terkait investasi di IKN, menurut Nikita, adalah kurangnya proposal yang dapat direalisasikan dan posisi kehati-hatian investor yang menunggu kondisi yang lebih menguntungkan untuk terlibat dalam program konstruksi, atau bagi perintis yang mampu mengubah modal ventura mereka menjadi fasilitas perkotaan.
Investor akan mengambil sikap menunggu dan melihat, menyelesaikan nota kesepahaman dan dengan hati-hati mempertimbangkan kemungkinan implementasi proyek potensial.
Bagi Rusia dengan mempertimbangkan potensi peluang teknologi, ekonomi, dan sumber daya, partisipasi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara sangat bermanfaat dalam hal menunjukkan kepentingan negara di kawasan Asia Tenggara, serta memperkuat hubungan politik, dan ekonomi dengan Indonesia.
Rusia memandang, posisi internasional Indonesia dengan otoritasnya dalam urusan regional dan global dalam kaitannya dengan keberhasilan presidensi G20 pada tahun 2022 dan keketuaan ASEAN pada tahun 2023, menjadikan Indonesia sebagai mitra yang dapat diandalkan dalam pelaksanaan proyek, termasuk inisiatif ekonomi utama.
Menurut penilaian Nikita, dalam konteks tekanan sanksi yang sedang berlangsung dan kebutuhan untuk mengubah ekonomi Rusia, program pembangunan ibu kota Nusantara sangat terlihat menarik, asalkan risiko internasional digarap bersama dengan pihak Indonesia.
Ibu Kota Nusantara diharapkan dapat dibangun sesuai dengan rencana ambisius kepemimpinan Indonesia dan akan menjadi pusat ekonomi digital hijau terkemuka di Asia Tenggara, terlepas dari tantangan ekonomi dan politik di dalam dan luar negeri.
Komitmen membangun IKN
Kunjungan Presiden ke Ibu Kota Nusantara sangat penting untuk menunjukkan keseriusan Indonesia membangun ibu kota baru.
Presiden Joko Widodo pada Maret 2022 telah memimpin langsung prosesi penyatuan tanah dan air Nusantara di Titik Nol IKN.
Presiden, bahkan memutuskan menginap satu malam menggunakan tenda di lahan yang kelak akan dibangun sebagai Istana Kepresidenan yang baru.
Kegiatan Presiden ke IKN ini rupanya dimaknai para investor sebagai keseriusan Indonesia dalam membangun ibu kota baru.
ANTARA dalam sebuah kesempatan berkunjung ke Moskow, Rusia, akhir tahun 2022, sempat bertanya pada CEO Russia-ASEAN Business Council Daniyar Akkaziev terkait minat pengusaha Rusia dalam berinvestasi di IKN.
Menurut Daniyar, pembangunan IKN di Indonesia sudah menjadi pembicaraan hangat di kalangan pengusaha Rusia. Bagi Rusia proyek besar IKN merupakan peluang yang sangat menarik.
Pengusaha Rusia terus mengikuti perkembangan rencana pemindahan ibu kota di Indonesia.
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke lokasi ibu kota di Kalimantan Timur Maret 2022, telah memberikan kepastian bahwa proyek pemindahan ibu kota benar-benar dimulai.
Rusia sendiri, memiliki perusahaan di bidang infrastruktur, jembatan, sistem komunikasi hingga sistem perkeretaapian. Perusahaan Rusia saat ini tengah melihat titik masuk untuk ikut berkontribusi atau berinvestasi dalam pembangunan IKN.
Saat ini Presiden Jokowi berencana kembali mengunjungi IKN.
Kepala Negara dikabarkan akan memboyong investor mengunjungi ibu kota baru pada akhir Februari 2023. Langkah ini diharapkan semakin membuka mata dunia tentang keseriusan Indonesia dalam membangun ibu kota baru.
Sejauh ini sudah begitu banyak negara yang menyatakan minatnya berinvestasi pada pembangunan IKN, antara lain Australia, China, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Amerika Serikat, Korea Selatan, hingga Jepang.
Investasi, dari manapun asalnya, diharapkan betul-betul mampu berjalan dengan prinsip saling menguntungkan. Investasi dalam pembangunan IKN diperlukan, karena pembangunan ibu kota tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan dari negara, namun diperlukan adanya investasi dari pihak luar, termasuk para pengusaha asing.
Pada intinya bangsa Indonesia menginginkan segala ketegangan yang terjadi di tingkat global dapat segera usai dan diharapkan pembangunan IKN yang telah berlangsung dan dibagi menjadi lima tahap, dapat terus berjalan lancar sesuai target dan menjadi titik awal menuju Indonesia Maju yang berdaulat.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023