Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa fungsi utama dari pemakaian Wisma Atlet Kemayoran pascapandemi COVID-19, bukan lagi untuk memberikan layanan kesehatan di masa depan.
“Wisma atlet bukan fasilitas kesehatan. Selama kondisi baik, kita lihat penggunaannya nanti bagaimana dan seperti yang ditugaskan hanya untuk penanganan pandemi khususnya COVID-19,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi ANTARA melalui telepon di Jakarta, Sabtu.
Menanggapi pemakaian wisma atlet di masa depan, Nadia menyatakan Kemenkes tidak memiliki rencana lagi untuk melanjutkan penggunaan semua tower sebagai ruang perawatan darurat bagi pasien COVID-19. Sebab, saat ini semua fasilitas kesehatan termasuk puskesmas, masih bisa menampung dan memberikan perawatan bagi pasien COVID-19.
Hal tersebut merupakan dampak dari penanganan pandemi yang semakin membaik, serta tidak adanya penambahan angka keparahan maupun kematian. Pemerintah juga per 31 Desember 2022 lalu hanya menyisakan satu tower sebagai bentuk antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Masyarakat bisa isolasi secara mandiri juga. Jadi kalau dilihat, tidak dibutuhkan tambahan ruang isolasi terpusat seperti wisma atlet, jadi sesuai dengan kemarin keputusannya kita tutup. Tapi kita tetap menyiagakan satu tower,” katanya.
Nadia juga menyatakan Kemenkes tidak mempunyai niat untuk mengalihfungsikan wisma atlet baik untuk penanganan wabah lainnya seperti demam berdarah (Dengue) ataupun campak dan polio, meski kasus penyakit-penyakit itu mengalami kenaikan di sejumlah daerah. Tidak ada pula niat untuk menggunakannya sebagai sentra lokasi untuk mengejar cakupan imunisasi dasar pada anak.
Selanjutnya Nadia menilai jika ditutupnya wisma atlet untuk penanganan COVID-19, tidak ada hubungannya dengan akhir pandemi COVID-19. Walaupun setiap indikator penanganan pandemi membaik, hanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)-lah yang bisa mencabut status itu.
“Jadi kalau penyakitnya terkendali, penanganannya terkendali, kematian juga tidak dalam waktu singkat tidak tinggi, tentunya itu bisa dilakukan evaluasi dan dicabut oleh WHO. Tapi yang pasti tidak ada hubungannya Wisma Atlet dan pandemi,” kata Nadia.
Meski demikian, Kepala Subbid Dukungan Kesehatan Bidang Darurat Satgas COVID-19 Alexander K. Ginting mengatakan jika belajar dari kasus pandemi COVID-19, tidak menutup kemungkinan berbagai virus dan bakteri zoonosis bisa membuat status negara menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau pandemi.
Hal tersebut dapat terjadi selama setiap pihak memicu tatanan ekosistem menjadi tidak seimbang. Misalnya populasi tidak terkontrol dan abainya sistem ketahanan kesehatan dan ketahanan nasional (health security and national security).
Oleh karenanya terkait penggunaan Wisma Atlet di masa depan, ia meminta pemerintah harus tetap bersiap untuk mendeteksi, merespon dan melanjutkan upaya preventifnya dengan menyiapkan rumah sakit lapangan, rumah sakit daerurat, ruang isolasi dan tempat karantina.
Sebab, semua lokasi yang disediakan harus disiapkan dari tingkat pusat hingga kabupate/kota itu merupakan bagian dari respon, dalam mengantisipasi KLB dan penyakit infeksi emerging baru (new emerging diseases) lainnya.
“Dengan demikian pemerintah harus tetap waspada dan menyiapkan contingency plan kendati (pandemi) COVID-19 sudah reda,” katanya.
Baca juga: Pengamat: Sebaiknya Wisma Atlet Kemayoran tidak jadi rusun
Baca juga: Kementerian PUPR perpanjang masa penggunaan wisma Atlet untuk RSDC-19
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023