Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan vaksin COVID-19 sebaiknya tetap diberikan gratis walau pandemi usai, hingga beberapa tahun ke depan.

"Ini kan penyakit yang (pernah) jadi pandemi luar biasa, jadi tentu akan baik kalau negara melindungi warganya terhadap penyakit ini, walaupun nanti sudah bukan pandemi," kata dia melalui pesan elektroniknya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Prof Tjandra yang kini menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu mengatakan pemerintah nantinya dapat mengevaluasi kembali mengenai pemberian vaksin COVID-19 pada masyarakat.

Saran ini mengemuka seiring adanya kemungkinan vaksin COVID-19 berbayar. Kementerian Kesehatan menyatakan masih membahas rencana vaksin COVID-19 berbayar dan memastikan pemberian vaksin dosis penguat kedua atau booster kedua kepada masyarakat masih gratis.

Baca juga: Kemenkes: Antibodi naik 3 kali lipat pada penerima vaksinasi booster

Pemerintah telah memulai program vaksinasi booster kedua COVID-19 bagi masyarakat umum berusia 18 tahun ke atas pada 24 Januari 2023 di seluruh Indonesia. Pemerintah mengimbau masyarakat untuk melakukan vaksinasi ini guna menambah kewaspadaan atas kemunculan subvarian XBB 1.5 atau dikenal sebagai Omicron Kraken.

Prof Tjandra mencatat masih ada hal terkait vaksin yang belum sepenuhnya diketahui pasti, yakni vaksinasi diulang, waktu pengulangan dan vaksin yang digunakan tetap sama atau berubah sesuai varian yang akan ada nantinya.

"Apakah vaksinnya akan diulang setiap enam bulan. Kalau toh harus diulang maka kita juga belum tahu sampai berapa lama, berapa tahun ke depan atau seumur hidup atau bagaimana," kata dia.

Lebih lanjut, Prof Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu juga menyarankan, bukan hanya vaksin, tetapi juga pembiayaan long COVID yang sebaiknya ditanggung Pemerintah.

Menurut dia, secara umum ada dua masalah long COVID yakni gejala sisa sesudah sakit COVID-19 dan peningkatan risiko gangguan kardiovaskular dan penyakit metabolik usai terinfeksi COVID-19.

Baca juga: Kemenkes: Booster ke-2 tetap penting, meski 99 persen miliki antibodi

Baca juga: Serosurvei menunjukkan antibodi tertinggi dimiliki penerima booster

Baca juga: WHO sebut COVID-19 masih menjadi darurat kesehatan masyarakat

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2023