Yang kita lakukan adalah riset untuk membuat sistem pendeteksi dini tsunami yang paling baik dan ternyata InaTEWS yang basis utamanya sensor berbasis kabel optik itu tidak begitu berhasil

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyatakan alat pendeteksi dini tsunami, khususnya InaTEWS, yang menggunakan alat disebut buoy dan sedang dalam riset BRIN, ternyata tidak efektif.

“Yang kita lakukan adalah riset untuk membuat sistem pendeteksi dini tsunami yang paling baik dan ternyata InaTEWS yang basis utamanya sensor berbasis kabel optik itu tidak begitu berhasil,” katanya dalam konferensi pers di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Jumat.

Pernyataan Handoko tersebut menyusul BRIN yang diisukan menelantarkan pendeteksi tsunami bernama InaBuoy karena ketiadaan anggaran sehingga fasilitas ini dihentikan.

Handoko menjelaskan tugas yang dilakukan selama ini baik oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dahulu maupun BRIN saat ini adalah hanya melakukan riset.

Baca juga: BRIN perkuat sistem peringatan dini tsunami Indonesia

Sementara yang bertugas mengoperasikan alat pendeteksi dini tsunami ini adalah Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

“Kita belum pernah mengoperasikan alat pendeteksi dini tsunami karena BRIN atau BPPT atau siapa pun dulu tidak akan pernah menjadi operator alat pendeteksi tsunami karena itu harusnya BMKG,” ujar Handoko.

Lebih lanjut berdasarkan hasil riset oleh BRIN, ditemukan bahwa perawatan alat pendeteksi tsunami itu ternyata membutuhkan anggaran yang sangat besar sehingga BMKG keberatan mengingat harus menjamin keandalan, efisien, dan murah.

“Karena kalau kabel optik tiap 10 tahun harus ganti itu berapa triliun, kan enggak mungkin,” ujar Handoko.

Baca juga: BPPT gunakan sistem berbasis satelit ARGOS untuk lacak eksistensi buoy

Oleh sebab itu Handoko menegaskan persoalan alat pendeteksi dini tsunami bukan karena terkait skema anggaran yang berubah, melainkan mengenai substansi dan hasil evaluasi dari periset BRIN.

Terlebih lagi ia menuturkan di luar negeri pun belum ada pembuktian yang memadai mengenai efektivitas alat pendeteksi dini tsunami berbasis kabel optik, meski Jepang dan Amerika Serikat (AS) sudah mencoba.

“Jadi bukan karena kita hentikan karena skema anggaran berubah, ini tidak ada hubungannya. Ini ternyata tidak andal, khususnya dari sisi telekomunikasi, ini tidak bagus minimal untuk Indonesia,” kata Handoko.

Baca juga: BRIN tegaskan alat deteksi tsunami tidak dihentikan


Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023