New York (ANTARA) - Dolar AS jatuh terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), bergerak sejalan dengan imbal hasil obligasi pemerintah yang lebih rendah, karena investor berpegang pada pandangan bahwa Federal Reserve tidak perlu menaikkan suku bunga lebih dari yang seharusnya karena inflasi mulai terkendali.
Krona Swedia, di sisi lain, melonjak setelah bank sentral negara itu menaikkan suku bunga, memperkirakan kenaikan lebih lanjut dan mengatakan menginginkan mata uang yang lebih kuat.
Angka klaim pengangguran AS yang lebih tinggi dari perkiraan semakin menambah kerugian dolar, karena laporan tersebut menunjukkan kelemahan pasar tenaga kerja yang dapat membantu menurunkan inflasi.
Klaim awal untuk tunjangan pengangguran naik 13.000 menjadi 196.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 4 Februari, data menunjukkan. Para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 190.000 klaim untuk minggu terakhir.
"Ketua Fed Powell memiliki kesempatan untuk memperketat sekrup minggu ini ketika dia melakukan wawancara itu. Dia tidak melakukannya," kata Amo Sahota, direktur eksekutif perusahaan konsultan valas Klarity FX di San Francisco.
"Itu menceritakan dirinya sendiri. Dia memutuskan untuk tetap berpegang pada narasinya dan tidak mengkhawatirkan pasar, dan mengutip disinflasi. Jadi pasar mengambil nilai nominal itu."
Powell telah mengatakan pada Selasa (7/2/2023) dan minggu lalu bahwa disinflasi, atau perlambatan kenaikan harga secara keseluruhan telah dimulai.
Presiden Fed Richmond, Thomas Barkin pada Kamis (9/2/2023) menambahkan retorika Fed tentang perlambatan ekonomi. Dia mengatakan kebijakan moneter ketat "secara tegas" memperlambat ekonomi AS, memungkinkan Federal Reserve untuk bergerak "lebih hati-hati" dengan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Pada perdagangan sore, indeks dolar turun 0,2 persen menjadi 103,24.
Euro, komponen terbesar dalam indeks dolar, juga naik 0,2 persen menjadi 1,0733, sementara sterling naik 0,3 persen terhadap greenback menjadi 1,2114 dolar, dengan keduanya didorong oleh peningkatan sentimen risiko di seluruh pasar.
"Investor masih ragu untuk kembali menjual dolar sebelum laporan IHK (indeks harga konsumen) minggu depan. Ada banyak fokus pada IHK untuk melihat apakah cerita disinflasi Powell bertahan," kata Vassili Serebriakov, ahli strategi valas di UBS di New York.
Dolar turun 2,0 persen terhadap krona Swedia pada 10,35, sementara euro juga turun 2,0 persen menjadi 11,11, menetapkan penurunan persentase harian terbesar sejak 2009, setelah Riksbank menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin menjadi 3,0 persen dan memperkirakan lebih banyak peningkatan di musim semi.
Bank sentral Swedia juga mengatakan mata uang yang lebih kuat akan diinginkan untuk menurunkan inflasi.
Di tempat lain, dolar Australia, sering dilihat sebagai proksi untuk sentimen risiko, naik 0,8 persen menjadi 0,6973 dolar karena mata uang safe-haven AS turun sejalan dengan reli ekuitas dan apa yang disebut aset "ramah risiko" lainnya, dibantu oleh pendapatan perusahaan yang kuat.
Dolar naik 0,1 persen terhadap yen Jepang menjadi 131,575 yen.
Pemerintah Jepang berencana untuk menghadirkan calon gubernur bank sentral Jepang yang baru ke parlemen pada 14 Februari, penyiar TBS melaporkan pada Kamis (9/2/2023). Pasar mengamati dengan seksama penunjukan tersebut, karena agenda gubernur baru akan diteliti seberapa cepat bank sentral dapat menghentikan stimulus besar-besaran.
Baca juga: Dolar terjebak, pedagang menilai prospek Fed sebelum data inflasi
Baca juga: Dolar datar di sesi Asia karena komentar pejabat Fed, fokus inflasi
Baca juga: Harga emas merosot 12,20 dolar, hentikan kenaikan tiga sesi beruntun
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023