Tanjungpinang (ANTARA) - Provinsi Kepulauan Riau membutuhkan UU Daerah Kepulauan untuk memperkuat pengelolaan sektor kemaritiman, kata pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau Dr. Bismar Arianto.
"Mengelola Kepri tidak sama seperti provinsi yang didominasi daratan. Karakteristik daerah itu berbeda dengan daerah lainnya, apalagi berbatasan dengan sejumlah negara, Selat Malaka, Selat Philip dan Laut China Selatan," ujar Bismar di Tanjungpinang, Rabu.
Secara geografis, kata dia Kepri berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Vietnam dan Kamboja. Perairan Kepri juga berada di Selat Malaka, perairan tersibuk di Asia.
Namun posisi yang strategis tersebut belum membuahkan keuntungan yang besar bagi Kepri. Hal itu disebabkan keterbatasan kewenangan dalam mengelola sektor kemaritiman.
"Perlu peraturan khusus sebagai alas hukum untuk mengelola sektor kemaritiman secara optimal untuk kepentingan masyarakat, daerah dan negara," tutur mantan Dekan FISIP Universitas Maritim Raja Ali Haji itu.
Bismar memberi apresiasi RUU Daerah Kepulauan masuk dalam program legislasi nasional pada tahun ini. Ia berharap RUU Daerah Kepulauan itu segera disahkan menjadi undang-undang sebagai bentuk afirmasi atau penegasan pemerintah dalam mengakomodir keinginan dan kebutuhan provinsi yang berbasis kepulauan, seperti Kepri.
Saat ini, kata dia sektor kelautan di Kepri belum memberi kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah. Padahal luas lautan di Kepri mencapai 96 persen dibanding daratan. Pendapatan dari sektor kelautan sekitar Rp2 miliar dalam setahun.
Sumber pendapatan asli daerah Kepri justru dari daratan yakni pajak kendaraan bermotor yang mencapai Rp1,1 triliun.
Kondisi yang sama juga dirasakan tujuh provinsi yang berbasis kepulauan, yang tergabung di dalam Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan.
"Seandainya Kepri mendapatkan kewenangan untuk mengelola sektor kemaritiman, maka pendapatan yang diperoleh bisa lebih besar dari pajak kendaraan, misalnya dari retribusi labuh jangkar," kata alumni Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia itu.
Secara geopolitik, menurut dia UU Daerah Kepulauan dapat mempercepat visi Indonesia menuju poros maritim dunia sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.
Presiden Jokowi ingin menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan pertahanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.
Otonomi khusus terhadap daerah kepulauan juga sejalan dengan Pasal 25 UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Kemudian Pasal 18A ayat (1) UUD NRI 1945 mengatur hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
"Pengesahan UU Daerah Kepulauan merupakan sikap yang bijak dan populis. Peraturan itu menjadi payung hukum bafi pemerintah pusat dan daerah mengejar ketertinggalan daerah kepulauan dari kemajuan provinsi yang didominasi daratan," ucapnya.
Baca juga: RUU Daerah Kepulauan akan diperjuangkan hingga jadi UU
Baca juga: LaNyalla: UU Daerah Kepulauan dongkrak perekonomian
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023