Tanjungpinang (ANTARA) - Komisi III DPRD Kepulauan Riau (Kepri) menindak lanjuti laporan warga terkait tempat pembuangan limbah fly ash bottom ash (FABA) milik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tanjung Balai Karimun di Kabupaten Karimun.
Ketua Komisi III DPRD Kepri Widiastadi Nugroho menyatakan dari informasi masyarakat bahwa limbah FABA yang dihasilkan dari pembakaran batu bara telah menumpuk dan mencemari lingkungan sekitar.
“Kami (Komisi III) sudah turun langsung ke lapangan guna melihat apakah limbah tersebut mencemari lingkungan di sekitarnya atau tidak," kata Widiastadi Nugroho di Tanjungpinang, Rabu.
Dari hasil pengecekan itu, katanya, material FABA yang merupakan limbah hasil sisa pembakaran di PLTU Karimun itu tidak tergolong dalam limbah B3. Namun demikian, harus tetap diperhatikan terkait kondisi tempat penyimpanannya yang berada di dekat bibir pantai.
Baca juga: PLN manfaatkan 2 ton limbah PLTU untuk infrastruktur publik
Baca juga: Warga Teluk Sepang laporkan jebolnya kolam limbah PLTU ke Gakkum KLHK
Menurutnya, selain kapasitas tempat penampungan, PLTU juga harus memperhatikan pengangkutan limbah itu apakah sudah sesuai dengan standar keamanan atau belum.
“Transporter yang mengangkut limbah juga harus diperhatikan dan diawasi benar-benar, apakah ada kebocoran atau tidak dalam pengangkutannya. Bisa ditutup pakai terpal agar tidak terbang ketika tertiup angin dan lain sebagainya,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPRD Kepri Yusuf juga menekankan harusnya ada evaluasi yang dilakukan secara rutin dan berkala terkait limbah FABA milik PLTU di Karimun.
“Tak hanya itu, ketika ada laporan terkait kebocoran limbah ini seharusnya langsung dilakukan evaluasi baik dari internal perusahaan maupun dinas terkait agar kebocoran tersebut tidak meluas dan bisa segera diatasi,” ujar Yusuf.
Sementara, Manager PLTU Tanjung Balai Karimun Syaifil Edli menegaskan bahwa material FABA tidak tergolong limbah B3. Hal itu sesuai dengan ketentuan di PP Nomor 22 Tahun 2021.
Menurutnya, material FABA yang merupakan limbah hasil sisa pembakaran batu bara dengan temperatur yang tinggi, sehingga kandungan unburnt carbon di dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan.
"Selain itu, data dari uji karakteristik terhadap FABA PLTU yang dilakukan oleh Kementerian LHK tahun 2020 menunjukkan bahwa FABA PLTU masih di bawah baku mutu karakter berbahaya dan beracun," ucapnya.
Dari hasil uji karakterisitik, kata dia, menunjukkan FABA PLTU tidak mudah menyala dan tidak mudah meledak, karena suhu pengujiannya di atas 140 derajat fahrenheit. Hasil uji karakteristik FABA PLTU selanjutnya, tidak ditemukan hasil reaktif terhadap sianida dan sulfida, serta tidak ditemukan korosif pada FABA PLTU.
"Dengan demikian, dari hasil uji karakteristik menunjukkan limbah FABA dari PLTU tidak memenuhi karakteristik sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun," katanya menegaskan.
Ia juga memastikan pemanfaatan limbah FABA untuk bahan dasar batako, paving block dan dasar pengaspalan aman untuk lingkungan.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Persampahan, Limbah B3 dan Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepri Edison menambahkan pemanfaatan FABA oleh pihak ketiga harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh DLHK provinsi.
“Izin ini dikeluarkan oleh DLHK provinsi, selain itu juga harus ada berita acara keluar masuk atau pengangkutan limbah FABA dan juga pemanfaatannya,” ucap Edison singkat.*
Baca juga: PLN manfaatkan abu batu bara untuk konstruksi jalan
Baca juga: Kolam pembuangan limbah PLTU Teluk Sepang Bengkulu sebabkan abrasi
Pewarta: Ogen
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023