Jakarta, 14/10 (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) senantiasa mengembangkan kawasan konservasi perairan yang dilakukan secara kolaboratif berbasiskan pemberdayaan masyarakat. Kawasan konservasi perairan Indonesia hingga saat ini telah mencapai 15, 78 juta hektar, dari target sebesar 20 juta hektar pada tahun 2020. Pengembangan kawasan perairan yang dilakukan KKP berbasis pada kebijakan ekonomi biru (blue economy), sehingga mampu mensinergikan ekonomi dan sosial masyarakat. Dengan kata lain, lingkungan pesisir terjaga dan dikelola secara berkelanjutan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Demikian disampaikan Menteri kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo saat menyampaikan sambutan pada acara Indonesian Ecology Expo 2012 di Graha Widya Wisuda, kampus IPB, Darmaga Bogor, Minggu (14/10).
Sharif menjelaskan, kawasan konservasi ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti penelitian, pelatihan, pendidikan lingkungan, bisnis, pariwisata, pemberdayaan ekonomi masyarakat, maupun pemanfaatan jasa lingkungan lainnya dengan tidak melupakan fungsi konservasi yang sesungguhnya. Konservasi perairan merupakan sarana untuk mendorong keberlanjutan stok ikan, menjamin ekosistem dan kesehatan lingkungan, mendorong pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya secara efektif dan berkelanjutan. “Kawasan konservasi tersebut, selain akan menjadi tempat perlindungan berbagai ekosistem penting, juga dapat membangkitkan kegiatan ekonomi baru seperti pariwisata bahari, perikanan berkelanjutan, bioteknologi dan biofarmakologi, dan aktivitas penting lainnya,” jelasnya.
Beranjak dari hal itu, maka KKP telah berkomitmen untuk memanfaatkan dan mengelola kawasan perairan secara berkelanjutan. KKP mengusung kebijakan Ekonomi Biru, sebagai sebuah kebijakan yang pro lingkungan yang tidak meninggalkan praktik pelestarian perairan. Konsepsi eknomi biru (blue economy) menekankan pentingnya untuk mengoptimalkan social capital dan inclusiveness, efesiensi sumber daya melalui inovasi, serta meminimalisir limbah guna mencapai pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan. “Orientasi ini dapat memberikan pilihan-pilihan baru dalam mentransformasi ekonomi yang berujung pada sumber-sumber ekonomi baru,” lanjutnya.
Prinsip “Ekonomi Biru” dinilai dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia, karena dari lebih 70 persen laut dan pesisir yang dimiliki dapat mendukung pembangunan kelautan dan sumber daya perikanan berkelanjutan. Lantaran lanjut Sharif, wilayah laut Indonesia yang dimulai dari laut teritorial, zona tambahan (contiguous zone), Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sampai dengan Landas Kontinen (continental shelf) memiliki sumberdaya alam yang sangat berlimpah, baik sumberdaya terbaharukan (renewable resources) seperti perikanan, terumbu karang dan mangrove maupun sumberdaya tak terbaharukan (non-renewable resources) seperti minyak bumi, gas, mineral dan bahan tambang lainnya.
Sebagai gambaran, Pada 2010, penduduk Indonesia sebesar 237 juta dan diperkirakan pada 2020 mencapai 255 juta. Potensi ekonomi laut Indonesia diperkirakan sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau dapat dikatakan setara dengan 10 kali APBN negara pada 2012. Apalagi, tahun depan Indonesia akan menjadi tuan rumah terkait Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik APEC yang menitikberatkan pada ekonomi biru. Sehubungan dengan itu, untuk mengakselerasi pembangunan kelautan, khususnya pemberdayaan masyarakat pesisir, KKP telah menetapkan program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh atau PDPT.
Program PDPT dilaksanakan guna memecahkan persoalan pokok masyarakat pesisir, a.l. tingginya tingkat kemiskinan, di mana pada 2010 angka kemiskinan mencapai angka 7,8 juta jiwa yang tersebar di 10.640 desa pesisir. Kedua, masih tingginya kerusakan sumberdaya pesisir, kurangnya kemandirian organisasi sosial desa serta masih terbatasnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan permukiman. “Persoalan pokok ini memberikan andil terhadap tingginya kerentanan terhadap bencana alam dan dampak perubahan iklim,” tutur Sharif.
Adapun Program PDPT memiliki empat tujuan utama. Pertama, menata dan meningkatkan kehidupan desa pesisir/nelayan berbasis masyarakat. Kedua, menghasilkan output pembangunan secara fisik yang dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat pesisir, berdasarkan permasalahan dan prioritas masyarakat. Ketiga menyediakan pembelajaran secara tidak langsung kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar dapat menemukan cara-cara pemecahan masalah dan kebutuhannya sendiri dengan memberdayakan segenap potensi yang ada. Terakhir, memfasilitasi peran dan fungsi masyarakat sebagai agen pembangunan kelautan dan perikanan. “Diharapkan dengan terwujudnya Desa Pesisir Tangguh pada setiap wilayah, maka akan terwujud pula Kabupaten dan Kota Pesisir Tangguh serta Provinsi Tangguh yang pada akhirnya menuju Indonesia Tangguh,” kata Sharif.
Pada 2013, KKP berencana akan mengembangkan 60 desa pada 20 kab/kota menjadi Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Setidaknya ada lima hal dalam program Desa Pesisir Tangguh yang dilaksanakan, yakni bina manusia, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana. Sasaran program pengembangan desa pesisir tangguh tersebut dengan merevitalisasi kelembagaan di desa-desa atau koorporatisasi lembaga desa, dan memperbaiki infrastruktur di desa-desa itu. Sebagai pendukung kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan, program PDPT merupakan benteng ekologis dalam mengurangi risiko bencana dan dampak perubahan iklim, penguatan desa-desa pesisir terluar yang menjadi basis geopolitik untuk ketahanan nasional.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2012