Jakarta, 14/10 (ANTARA) - Pemda DKI Jakarta di bawah Gubernur yang baru Jokowi hendaknya memulai program penataan kumuh dari lokasi yang menjadi kantong suaranya pada saat Pilkada lalu dengan tujuan untuk mengurangi resistensi dan memudahkan sosialisasi, kata penggiat properti hijau Nirwono Joga, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Nirwono kepada wartawan mengingatkan pula bahwa salah satu program yang menjadi prioritas Jokowi itu harus benar-benar menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan rakyat dan kepentingan lingkungan.

"Program penataan pertama itu harus berhasil karena program penataan itu akan menjadi model program penataan selanjutnya. Kalau gagal, maka tingkat kepercayaan masyarakat akan runtuh dan sangat sulit untuk mewujudkan lanjutan program tersebut," tegas alumni Universitas Trisakti dan Royal Melbourne Institute of Technology, Australia ini.

Nirwono yang aktif dalam berbagai kegiatan yang bertujuan menciptakan lingkungan hijau itu menyatakan, pemilihan lokasi yang tepat yaitu di kantong suara Jokowi tidak lain hanya bertujuan mengurangi resistensi dan memudahkan komunikasi. Program awal ini akan menentukan arah program selanjutnya. Jika gagal resiko sangat besar.

Pendiri dan penggiat Kelompok Studi Arsitektur Lanskap Indonesia ini menegaskan pula bahwa sebelum melangkah melaksanakan program penataan kawasan kumuh dengan rumah susun itu, Gubernur terpilih hendaknya memperhatikan paling tidak lima pertimbangan.

Pertama adalah pertimbangan lokasi yang menjadi sasaran program itu. Lokasi itu bisa di pinggir sungai, pinggir danau atau kolong jembatan. Yang perlu diperhatikan adalah lokasi penggantinya. Pinggir sungai tidak diijinkan untuk dibangun apapun karena adanya aturan soal garis sempadan. Jadi lokasi penganti akan menjadi krusial mengingat keterbatan lahan dan tingginya harga tanah di Jakarta.

Pertimbangan kedua adalah sisi regulasi. Masalah dasar hukum penataan harus menjadi kajian serius sehingga tidak menimbulkan sengketa lahan dan konflik berkepanjangan yang akan menggagalkan program penataan. Pertimbangan ketiga menyangkut pentingnya upaya sosialiasi dan komunikasi dengan masyarakat, pemerintah pusat, birokrasi dan pengembang. "Peran pengembang swasta sangat penting. Faktanya adalah lingkungan hijau di Jakarta terutama didorong oleh pengambang swasta," tegasnya.

Nirwono yang juga konsultan Puri Botanical Residence yang mendapat Best Innovation in Green Development untuk pengembang menengah dalam Indocement Award 2012 menjelaskan bahwa Pemda Jakarta hanya mampu menambah kawasan terbuka hijau empat hektar per tahun sementara idealnya pertambahan kawasan itu adalah 50 hektar per tahun. Swasta karenanya harus didorong dan diharapkan partisipasinya. Ia mencontohkan Puri Botanical Residence yang dikelola PT. Copylas yang mampu mengembangkan enam hektar kawasan terbuka hijau.

Nirwono mengingatkan pula pentingnya pembagian tugas yang jelas antara lembaga pemerintah dan pentingnya partisipasi swasta sebagai pertimbangan keempat. Koordinasi antara lembaga baik pemerintah dan swasta serta masyarakat harus tepat.

Jika semua sudah tercapai maka sisi terakhir adalah diraihnya kepercayaan publik yang menjadi salah satu kunci keberhasilan program penataan itu.

Nirwono mengingatkan, proyek rumah susun sebelumnya yang gagal mencapai sasaran hendaknya menjadi pelajaran bagi Gubernur baru. Program rumah susun bagi masyarakat kelas bawah itu tidak mencapai sasaran karena sarana dan prasarananya ternyata kurang mendukung. "Listrik dan air belum ada. Transportasi jauh dari tempat kerja, Ini malah menyulitkan penghuni yang pendapatannya pas-pasan," katanya menjelaskan.

Syarat keberhasilan program rumah susun itu adalah lokasi penghuni yang dekat dengan tempat bekerjanya sehingga mengurangi biaya transportasi. Selain itu, tentunya ketersediaan sarana dan prasarana dasar seperti listrik dan air serta keterjangkauan ekonomi.

Nirwono berpendapat bahwa keberhasilan sebuah kawasan ditentukan oleh lingkungan hijaunya. Orang membeli rumah di Menteng dan Kebayoran Baru karena kedua kawasan itu hijau dan ramah terhadap lingkungan. "Di kedua kawasan itu banyak pohon besar yang adem, danau dan kawasan terbuka hijau. Itu yang orang cari. Coba pohon-pohonnya dibabat, nilai kawasan itu pasti jauh berkurang," demikian Nirwono.

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2012