Mayoritas pembeli rumah subsidi saat ini berasal dari keluarga muda
Jakarta (ANTARA) - Sekitar tahun 80-an, banyak yang beranggapan tinggal di rumah subsidi identik dengan keprihatinan mengingat spesifikasi bahan bangunan yang digunakan di bawah standar.
Oleh karena itu, tidak heran bila mayoritas penghuni rumah subsidi perlu buru-buru merenovasi rumah yang baru ditempatinya menggunakan bahan-bahan yang lebih berkualitas.
Bahkan untuk menemukan bangunan asli di kompleks perumahan subsidi yang dibangun selama periode tahun 1980 hingga 1990 sangat sulit saat ini karena rata-rata telah direnovasi oleh pemiliknya.
Berangkat dari persoalan ini saban tahun pemerintah terus memperbaiki kebijakannya agar rumah subsidi makin berkualitas.
Tak hanya itu, perbankan juga memiliki andil mendorong agar rumah subsidi itu layak untuk dihuni, di antaranya memastikan sarana dan prasarana umum sudah tersedia.
Perbankan tidak bakal melanjutkan akad kredit apabila rumah subsidi tersebut belum tersedia air bersih perpipaan, saluran air limbah, jaringan listrik, jalan lingkungan, tempat pembuangan sampah individual, dan tempat pembuangan sampah sementara.
Terkini, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) memiliki aplikasi untuk mengontrol kualitas rumah subsidi.
PPDPP memiliki aplikasi SiKasep (Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan) yang di dalamnya memiliki sejumlah fitur, salah satunya Sistem Informasi Pemantauan Konstruksi (SiPetruk).
Fungsi dari SiPetruk untuk memeriksa kelayakan hunian yang dibangun para pengembang. Terkait hal itu, manajemen konstruksi (MK) akan mengecek ke lokasi perumahan berpedoman kepada site plan digital yang diajukan pengembang melalui aplikasi SiKumbang (Sistem Informasi Kumpulan Pengembang).
Nantinya MK akan memberikan laporan penilaian yang terhubung langsung dengan sistem PPDPP. Apabila dinyatakan layak huni, maka secara otomatis daftar rumah tersebut akan muncul di SiKasep untuk dapat dijual kepada masyarakat.
Melalui aplikasi ini tentunya pemerintah selaku penyedia dana subsidi memastikan rumah yang dijual memang layak untuk dihuni. Pada akhirnya yang diuntungkan adalah pembeli rumah karena ketika membayar cicilan rumah tidak lagi dipusingkan genteng bocor, dinding yang rapuh, dan berbagai persoalan lainnya.
Beli rumah
Mayoritas pembeli rumah subsidi pada saat ini berasal dari keluarga muda yang baru saja bekerja dan membina rumah tangga.
Angka backlog (kebutuhan) menurut perhitungan PPDPP sebanyak 11,4 juta rumah tangga pada tahun 2015, sedangkan untuk tahun ini diperkirakan masih dalam kisaran tersebut seiring masifnya pembangunan rumah subsidi.
Pemerintah menetapkan harga rumah yang dapat subsidi Rp168 juta. Dengan harga sebesar ini tentunya angsuran akan mudah dijangkau terutama bagi keluarga baru.
Hanya, dalam perkembangannya masih banyak konsumen sasaran rumah subsidi yang ragu untuk memiliki hunian ini.
Salah satu pertimbangan adalah jarak tempuh rumah menuju ke tempat bekerja sehingga banyak yang lantas memutuskan untuk menunda membeli rumah, serta memilih untuk tinggal di rumah kontrakan atau rumah orang tua atau mertua.
Padahal ada cara mudah untuk mendapatkan rumah yang ideal dalam arti dari lokasi mudah dijangkau. Untuk dekat ke tempat bekerja memang agak sulit, namun banyak perumahan yang sebenarnya memiliki akses yang mudah.
Hal ini seiring dengan gencarnya pemerintah membangun jaringan transportasi dan jalan seperti di koridor Jabodetabek hampir semua lokasi tersedia bus pengumpan (feeder) yang terkoneksi langsung dengan jaringan TransJakarta.
Kemudian juga pengembangan transportasi komuter maupun MRT/ LRT yang semua ini akan difungsikan dalam waktu dekat.
Salah satu solusi untuk mencari hunian subsidi yang ideal adalah dengan mengunjungi pameran properti terutama yang diselenggarakan bank-bank penyedia subsidi.
Alasan harus ke pameran karena konsumen akan lebih mengetahui lokasi rumah yang dipamerkan. Lebih penting lagi melakukan kunjungan langsung ke lokasi untuk memastikan apakah lokasinya benar-benar seperti yang dijanjikan.
Satu hal lagi dengan mencari properti di pameran akan lebih terlindung untuk aspek legalitasnya mengingat bank penyelenggara tentunya sudah mengikat perjanjian dengan pengembang.
Kemudian, calon pembeli rumah apabila sudah cocok dengan lokasi dan dipastikan hunian yang dituju memiliki berbagai akses yang mudah tinggal menghubungi perbankan penyelenggara pameran karena biasanya proses KPR/KPA serta pencairan subsidi menjadi lebih cepat.
Layak
Perbankan sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam menyalurkan subsidi tentunya juga jeli dalam menjalin kerja sama dengan pengembang.
Seperti dijelaskan Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo yang memastikan pihaknya hanya mendukung pembiayaan untuk rumah-rumah yang layak bagi masyarakat dengan berpedoman pada peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Haru memastikan manajemen perbankan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah selaku regulator untuk memastikan konsumen lebih mudah untuk mendapatkan akses pendanaan.
Hal ini terlihat dari data pameran terakhir yang berhasil meraih KPR subsidi sebesar Rp300 miliar. Omzet sebesar ini menunjukkan animo masyarakat sasaran untuk membeli rumah subsidi masih sangat tinggi.
Konsumen rumah subsidi saat ini juga memiliki banyak pilihan karena minimal ada 10 pengembang yang menawarkan lokasi yang menarik di seputar Bodetabek.
Pemerintah sendiri menargetkan dapat meraih target zero backlog kepenghunian perumahan (home inhabited 100 persen) dan backlog kepemilikan rumah mencapai 91 persen (home ownership) dalam 22 tahun mendatang.
Hal ini tentunya membutuhkan koordinasi yang solid antara Kementerian BUMN, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ATR/BPN agar target ini dapat tercapai.
Setidaknya ada empat langkah strategis yang harus dicapai agar program perumahan nasional terus berjalan. Pertama, optimalisasi sumber dana yang likuid, kedua mengarahkan rumah susun untuk kota besar seperti Jakarta.
Ketiga, penyediaan pembiayaan terjangkau untuk seluruh lapisan pembeli rumah, serta keempat menciptakan ekosistem perumahan melalui kolaborasi dengan instansi terkait.
Dirjen Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto menyatakan kolaborasi aktif di antara pemangku kepentingan (pengembang dan perbankan) merupakan bagian penting untuk terus terjalin dengan baik demi mereduksi angka backlog rumah.
Angka ini akan terus bertambah seiring dengan kebutuhan rumah per tahun yang mencapai satu juta unit. Sementara, pembangunan rumah yang dapat dipenuhi hanya sekitar 200.000-300.000 unit per tahun.
Untuk itu perlu kolaborasi lebih erat lagi antara perbankan dan pengembang untuk mewujudkan program perumahan nasional ke depan.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023