"Ternyata reaksi pasar cukup luar biasa. Saya selalu mengatakan saat ini nilai fundamental rupiah adalah Rp9.200 per dolar AS dan mengarah pada Rp9.600-9.700 pada akhir tahun nanti," kata Dradjad Wibowo.Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, Dradjad Wibowo, menyebutkan pelemahan rupiah yang saat ini terjadi adalah upaya pasar untuk mencari keseimbangan baru terhadap penurunan suku bunga BI (BI Rate) 25 basis poin dari 12,74 menjadi 12,50 persen pada 9 Mei 2006. "Pasar sepertinya berupaya mencari keseimbangan baru terhadap suku bunga BI yang baru," kata Dradjad yang dihubungi di Jakarta, Selasa. Dia menambahkan sejak semula dirinya menyepakati penurunan BI Rate tersebut sebagai "test case" terhadap kekuatan rupiah sebenarnya. "Ternyata reaksi pasar cukup luar biasa. Saya selalu mengatakan saat ini nilai fundamental rupiah adalah Rp9.200 per dolar AS dan mengarah pada Rp9.600-9.700 pada akhir tahun nanti," katanya. Hal itu, menurut Dradjad, disebabkan karena terjadinya "overvalued" (nilai yang tinggi) terhadap rupiah hingga sempat menyentuh Rp8.700, sementara tidak ada yang berubah secara signifikan pada fundamental indikator makro ekonomi Sedangkan terhadap pernyataan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah bahwa pelemahan rupiah dikarenakan dipengaruhi oleh faktor global di Brasil dan Turki, Dradjad menegaskan hal itu memang berpengaruh, tapi jika fundamental makro ekonomi Indonesia sudah cukup kuat maka pelemahannya tidak akan secepat itu. "Kalau karena pengaruh global seharus negara-negara yang lain juga terpengaruh. Memang ada pengaruh pada beberapa negara, tetapi dampaknya tidak sebesar dengan yang terjadi di Indonesia," katanya. Menurut Dradjad, pelemahan itu juga akan mempengaruhi posisi cadangan devisa Indonesia yang saat ini berada pada kisaran 42-43 miliar Dolar AS. "Apapun yang terjadi (yang mempengaruhi rupiah-red), ini membuktikan bahwa fundamental tidak sekokoh yang kita bayangkan," katanya. Terhadap asumsi nilai tukar Rp9.000-9.200 per Dolar AS dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada kisaran 8-9 persen pada RAPBN 2007, Dradjad menegaskan hal itu sepertinya sangat sulit terjadi jika mencermati kondisi yang tengah terjadi. "Kalau ingin melihat asumsi 8-9 persen asumsi SBI, maka sepertinya rupiah harus berada pada level Rp10.000 per Dolar AS. Sedangkan jika ingin mencapai nilai tukar Rp9.200 per Dolar AS, maka SBI harus berada pada sekitar 11-12 persen," katanya. Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa sore merosot 355 poin menjadi Rp9.250/9.275 per dolar AS (Pkl 15.30) dibanding penutupan hari sebelumnya Rp8.895/8.900, karena saratnya aksi lepas rupiah.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006