Jakarta (ANTARA News) - Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan, penyidik Mabes Polri tetap berkeyakinan bahwa proyek pembelian mesin pembangkit PLTG Borang, Sumatera Selatan, merugikan negara Rp122 miliar.
"Penyidik telah mengaudit proyek itu secara lebih spesifik lagi dan menemukan kerugian negara Rp122 miliar," kata Anton di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan hal itu menanggapi pernyataan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution yang menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam proyek PLTG Borang.
"Audit oleh BPK itu bersifat umum sehingga tidak menemukan kerugian negara. Nah, Polisi bersama auditor BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) mengaudit secara spesialis dan menemukan kerugian negara," katannya.
Dikatakannya, penyidik akan memakai hasil audit secara spesifik untuk melihat kerugian negara dan memprosesnya secara hukum.
"Audit spesifik itu mencakup hal-hal yang sangat detail bahkan kredit bank pun diaudit," kata mantan Kapolda Kepulauan Riau ini.
Ia membantah bahwa lambatnya penyelesaikan berkas penyidikan karena Kejaksaan Agung minta agar audit BPK dijadikan dasar untuk menghitung kerugian negara.
"Berkas lambat selesai karena ada kendala teknis penyidikan seperti tersangka yang mengulur-ulur waktu dengan memberikan keterangan yang memutar balikkan fakta," katanya.
Kasus korupsi ini melibatkan empat tersangka yakni Eddie Widiono (Dirut PT PLN) Ali Herman Ibrahim (Direktur Pembangkit dan Energi Primer), Agus Darnadi (Deputi Direktur Pembangkit dan Energi Primer), dan Johanes Kennedy Aritonang (rekanan PLN).
Berkas Agus, Ali dan Kennedy diserahkan ke Kejagung Jumat malam (12/5) namun Agus jatuh sakit dan harus dirawat di RSPP sehingga penyerahan berkas Agus pun menunggu sembuh dari sakit.
Kendati berkas belum lengkap, namun Kejagung tetap menerimanya karena masa penahanan tiga tersangka telah habis dan akan habis setelah ditahan 120 hari di Mabes Polri.
Penahanan Agus berakhir 13 Mei 2006, Kennedy 14 Mei 2006 sedangkan Ali akan berakhir 23 Mei 2006.
"Kejaksaan yang melengkapi berkas penyidikan. Kalau dalam waktu 14 hari tidak ada jawaban dari Kejagung maka berkas dinyatakan lengkap," kata Anton.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006