Jakarta (ANTARA News) - Kalangan dunia usaha mengaku bingung dengan anjloknya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang terlalu cepat dan menimbulkan kerugian dunia usaha, padahal sebelumnya pemerintah optimis indikator makro ekonomi akan terus membaik yang akan berdampak positif bagi sektor riil. "Kami berharap pemerintah betul-betul berupaya keras untuk menjaga stabilitas rupiah agar tidak anjlok terlalu tinggi, ini bisa merugikan dunia usaha," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan, Rachmat Gobel, di Jakarta, Selasa. Ia mempertanyakan peran pemerintah dan otoritas moneter untuk menjaga fluktuasi kurs rupiah, karena beberapa waktu lalu rupiah sempat menguat secara bertahap menjadi sekitar Rp8.700 per dolar AS. Namun pada awal pekan ini, Senin (15/5) kurs rupiah anjlok menyentuh level Rp9.100an per dolar AS dan pada penutupan Selasa mencapai sekitar Rp9.200 per dolar AS serta sempat diperdagangkan di Singapura pada level Rp9.400 per dolar AS. "Kami jadi bingung dan repot dengan fluktuasi yang begitu tajam, terutama untuk pembelian bahan baku dan merencanakan bisnis ke depan," kata Rachmat yang juga Preskom PT Panasonic Gobel Indonesia. Padahal, kata dia, dunia usaha sempat optimis dengan penguatan rupiah pekan lalu yang menguat bertahap, sehingga diharapkan bisa mendapat titik cerah untuk meningkatkan kinerja industri di dalam negeri. "Kita khawatir dengan melemahnya rupiah terlalu cepat, harga barang elektronik di dalam negeri tidak bisa turun untuk menggenjot penjualan. Akibatnya stok di lapangan bisa meningkat lagi," ujar Rachmat yang juga Ketua Gabungan Elektronik Indonesia (GABEL) itu. Apalagi, kata dia, ternyata pertandingan sepak bola Piala Dunia yang akan berlangsung Juni 2006, tidak mampu mendongkrak secara signifikan penjualan barang elektronik -- terutama televisi --setidaknya sampai pertengahan Mei 2006 ini. "Kami minta pemerintah dan otoritas moneter segera mengambil langkah kongkrit mengatasi pelemahan kurs rupiah yang terlalu cepat, agar sektor riil yang masih berjalan tersendat bisa bangkit lagi," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006