Tel Aviv (ANTARA) - Ribuan orang turun ke jalan di kota-kota Israel pada Sabtu (4/2) selama lima pekan berturut-turut untuk memprotes pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang mengusulkan reformasi bidang hukum.

Aksi unjuk rasa itu diikuti oleh kalangan organisasi non pemerintah, pengacara, dan sektor teknologi.

Polisi menutup jalan yang menuju lapangan di Tel Aviv pada Sabtu siang dan melakukan pengamanan di wilayah sekitarnya.

Ribuan pengunjuk rasa dari berbagai usia membawa bendera Israel di Jalan Eliezer Kaplan di pusat kota Tel Aviv.

Mereka menyerukan slogan “tidak untuk kediktatoran” dan “Demokrasi” saat para mantan politikus, artis, dan tokoh terkemuka turun ke jalan.

“Tidak ada demokrasi di mana ada penjajahan”

Sekitar 50 ribu orang mengikuti aksi demo di Tel Aviv, menurut laporan media.

Para demonstran di Tel Aviv juga memprotes pendudukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Mereka membawa bendera Palestina serta spanduk dengan tulisan “sebuah negara yang menjajah negara lain tidak akan pernah bebas.”

Seorang pengunjuk rasa bernama Mischa Raichman mengatakan kepada Anadolu bahwa para demonstran ingin menarik perhatian berbagai pihak mengenai penjajahan Israel.

Menurut Raichman, tidak akan ada demokrasi jika masalah penjajahan tidak dibahas dan tidak diakhiri.

“Orang-orang ini disini untuk memperjuangkan demokrasi dan menentang pemerintah,” kata dia.

Ia mengatakan para pengunjuk rasa datang untuk meningkatkan jumlah orang yang menentang penjajahan.

Warga bernama Amita Becker mengatakan ia mengikuti aksi demo itu untuk memprotes regulasi yudisial pemerintah baru-baru ini.

Saat ditanyai komentar mengenai slogan beberapa kelompok, seperti “demokrasi tidak dapat diraih sampai penjajahan Israel berakhir,” Becker berpendapat slogan tersebut benar.

"Karena untuk demokrasi, kedua pihak (Israel dan Palestina) haruslah setara," katanya.

“Penjajahan adalah salah satu bagian, tapi bukan keseluruhan. Penjajahan adalah salah satu permasalahan, tetapi alasan kami memprotes bukanlah penjajahan,” ujarnya lagi.

Ia mengatakan warga Arab dan Yahudi sama-sama tinggal di Israel dan mereka harus setara untuk membuat demokrasi tetap hidup.

Polisi menghalangi pengunjuk rasa dari memblokir jalan utama

Sekelompok pengunjuk rasa mencoba beberapa kali memblokir jalan utama di Tel Aviv.

Polisi memaksa pengunjuk rasa bubar dan bentrokan terjadi antara kedua pihak.

Protes juga dilakukan di Haifa, tempat delapan ribu orang berunjuk rasa, menurut laporan media Israel.

Para pedemo itu membawa seruan “hujan maupun cuaca dingin tidak akan dapat menghentikan aksi protes ini.”

Pemimpin oposisi, Yair Lapid, mengatakan dalam pidatonya bahwa pengunjuk rasa mencoba untuk menyelamatkan negara.

“Kami akan berjuang di jalan, di parlemen, di pengadilan. Kami akan menyelamatkan negara kita karena kami tidak ingin hidup di negara tanpa demokrasi,” kata Lapid.

Protes anti pemerintah Netanyahu juga digelar di sejumlah kota Eropa, termasuk Paris dan Munich, media Israel melaporkan.

35 warga Palestina tewas pada 2023

Aksi protes menentang kebijakan pemerintah Netanyahu muncul di tengah peningkatan ketegangan antara Israel dan Palestina di Tepi Barat.

Pada 28 Januari, seorang remaja Palestina berusia 13 tahun melakukan serangan bersenjata di kawasan Silvan Yerusalem Timur hingga melukai dua warga Israel.

Tentara Israel melakukan serangan militer skala besar di kamp pengungsian Jenin di bagian utara Tepi Barat dan menyebabkan 10 orang tewas, termasuk seorang perempuan 60 tahun.

Serangan ke sebuah sinagoge di Yerusalem Timur menewaskan tujuh orang dan melukai tujuh lainnya.

Setelah serangan sinagoge tersebut, seorang warga Palestina berusia 22 tahun tewas di Yerusalem Timur.

Sejak awal 2023, sedikitnya 35 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas oleh polisi Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat.

Perubahan paling radikal dalam sistem pemerintahan Israel

Reformasi yang diusulkan Menteri Kehakiman Yariv Levin itu, jika diberlakukan, akan menjadi perubahan paling radikal dalam sistem pemerintahan Israel.

Usulan perubahan itu akan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung dan memberikan pemerintah kekuasaan untuk memilih hakim dan mengakhiri penunjukan penasihat hukum kementerian oleh jaksa agung.

Netanyahu, yang sedang menjalani persidangan korupsi, mengatakan ia mendapat mandat dari jutaan pemilih untuk melakukan reformasi yudisial.

Netanyahu pada Januari memecat Menteri Kesehatan dan Dalam Negeri Aryeh Deri setelah Pengadilan Tinggi menetapkan bahwa Deri tidak patut memegang jabatan itu.

Pengadilan mengatakan penunjukan Deri “sangat tidak masuk akal” akibat kejahatannya yang dilakukannya pada masa lalu.

Pengadilan juga menyebutkan fakta bahwa Deri secara sengaja memperdaya pengadilan sekitar setahun lalu ketika ia berjanji tidak akan kembali ke kancah politik --agar mendapatkan hukuman ringan atas kasus pelanggaran pajak.


Sumber: Anadolu

Baca juga: Palestina akhiri koordinasi keamanan dengan Israel

Baca juga: 9 warga Palestina tewas dalam serbuan tentara Israel

Tujuh orang tewas dalam penembakan di sinagoge Yerusalem

Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023