New York (ANTARA) - Dolar melonjak pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah data menunjukkan bahwa pemberi kerja AS menambahkan lebih banyak pekerjaan pada Januari daripada perkiraan para ekonom, berpotensi memberi Federal Reserve lebih banyak kelonggaran untuk mempertahankan kenaikan suku bunga.
Laporan ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja yang diawasi ketat menunjukkan bahwa penggajian nonpertanian (NFP) melonjak sebanyak 517.000 pekerjaan bulan lalu. Departemen merevisi data Desember lebih tinggi menjadi menunjukkan 260.000 pekerjaan ditambahkan, bukan 223.000 yang dilaporkan sebelumnya.
Penghasilan per jam rata-rata naik 0,3 persen setelah naik 0,4 persen pada Desember. Itu menurunkan kenaikan upah tahun-ke-tahun menjadi 4,4 persen dari 4,8 persen pada Desember. Para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan kenaikan 185.000 pekerjaan dan kenaikan upah 4,3 persen tahun-ke-tahun.
Ini adalah "angka monster," kata Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex di New York.
Dolar terakhir naik 1,12 persen pada 102,92 terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya, tertinggi sejak 12 Januari dan berada di jalur untuk hari terbaiknya sejak 23 September.
Euro turun 0,98 persen menjadi 1,08040 dolar. Dolar naik 1,82 persen terhadap yen Jepang menjadi 131,20, tertinggi sejak 18 Januari dan berada di jalur untuk hari terbaiknya sejak 17 Juni.
Sterling tergelincir 1,39 persen menjadi 1,20550 dolar, terendah sejak 6 Januari dan hari terburuk sejak 15 Desember.
Angka penggajian yang sangat kuat membalikkan pergerakan dari Rabu (1/2/2023) ketika para pedagang menaikkan taruhan bahwa bank sentral AS akan berhenti menaikkan biaya pinjaman setelah kenaikan 25 basis poin yang diperkirakan secara luas pada Maret.
"Setelah pertemuan Fed, sepertinya pasar memiliki keuntungan - masih memperkirakan penurunan suku bunga, mereka menurunkan suku bunga, dan mereka menurunkan dolar, dan sekarang saya pikir 48 jam kemudian The Fed sepertinya mereka akan berada di atas angin lagi," kata Chandler.
Bank sentral AS pada Rabu (1/2/2023) menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dan mengatakan telah melewati periode sulit dalam perang melawan inflasi yang tinggi, mengarahkan investor untuk memperkirakan jalur yang lebih dovish ke depan.
Pejabat Fed pada Desember mengatakan mereka memperkirakan untuk menaikkan suku bunga acuan bank sentral di atas 5,0 persen, dan mereka telah menekankan bahwa mereka perlu menahannya di wilayah restriktif untuk jangka waktu tertentu guna menurunkan inflasi secara berkelanjutan.
Tetapi para pedagang bertaruh suku bunga akan mencapai puncaknya di bawah 5,0 persen dan bahwa Fed akan menurunkan suku bunga pada paruh kedua tahun ini karena ekonomi melambat.
Pedagang sekarang memperkirakan suku bunga kebijakan Fed mencapai puncaknya di 5,03 persen pada Juni, naik dari 4,88 persen pada Kamis (2/2/2023) sore.
Namun, karena ekspektasi kenaikan suku bunga meningkat, kekhawatiran penurunan ekonomi yang lebih besar juga dapat membebani pasar.
"Setiap kali kita melihat angka-angka besar ini, terutama dengan berita utama, ketakutan terhadap Fed muncul kembali karena orang-orang mungkin takut bahwa Fed akan mendorong suku bunga lebih jauh dari apa yang mereka miliki, dengan risiko tidak melakukan soft landing, tapi lebih ke kecelakaan mobil," kata Brian Jacobsen, ahli strategi investasi senior di Allspring Global Investments di Wisconsin.
Rilis ekonomi utama AS berikutnya yang dapat memberikan petunjuk lebih lanjut untuk kebijakan Fed adalah data harga konsumen untuk Januari yang akan dirilis pada 14 Februari.
Baca juga: Emas anjlok 54 dolar setelah data pekerjaan AS lebih kuat dari harapan
Baca juga: Minyak jatuh, data pekerjaan AS yang kuat picu kekhawatiran suku bunga
Baca juga: Saham Inggris berakhir positif, indeks FTSE 100 terangkat 1,04 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023