Banda Aceh (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh menyatakan bahwa penurunan angka kelahiran di Aceh bukan disebabkan karena fenomena resesi seks, melainkan lebih kepada perencanaan pembinaan keluarga.
"Ini tidak ada hubungannya dengan resesi seks dan di Aceh kecil kemungkinan terjadi fenomena tersebut, karena bagi masyarakat Aceh perkawinan dianggap sebagai ibadah," kata Kepala BKKBN Aceh Sahidal Kastri, di Banda Aceh, Jumat.
Sahidal mengatakan penurunan angka kelahiran total atau total fertility rate (trf) di Aceh selama lima dekade terakhir sebelumnya tahun 1971 sebesar 6,27 lalu turun menjadi 2,42 berdasarkan hasil long form sensus penduduk 2020 oleh BPS Aceh disebabkan oleh karena masyarakat Aceh sudah memiliki perencanaan yang lebih bagus dalam membina keluarga.
"Beda dengan negara di Eropa seperti Perancis atau di Asia Jepang, dan negara lainnya. Mereka memang tidak mempunyai hasrat lagi melahirkan anak, itu yang disebut resesi seks," ujarnya.
Baca juga: BPS catat angka kematian bayi di Aceh menurun dalam 51 tahun
Baca juga: BPS: Angka kelahiran di Aceh menurun dalam lima dekade
Sahidal menjelaskan, secara nasional sesuai arahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) ditargetkan sebesar 2,1. Sedangkan kemarin, dari hasil long form sensus penduduk tahun 2020 oleh BPS sudah menjadi 2,18.
Sementara di Aceh, angka kelahiran total (TFR) yang ditargetkan oleh pemerintah sebesar 2,27, sedangkan realisasi dari hasil long form sensus penduduk tahun 2020 oleh BPS angkanya sebesar 2,42, artinya seorang perempuan di Aceh rata-rata melahirkan 2-3 orang anak.
Penurunan angka kelahiran tersebut, kata dia, sejalan dengan program Keluarga Berencana yang digaungkan oleh Pemerintah RI melalui BKKBN. Sahidal mengatakan bahwa fenomena ini berarti masyarakat Aceh sudah mengarah kepada penduduk tumbuh seimbang.
"Artinya, keluarga-keluarga kita di Aceh itu sudah cukup dengan 2-3 orang anak untuk menjadi penerus atau melanjutkan generasi di keluarga," katanya.
Sahidal menambahkan, penurunan angka kelahiran total di Aceh tersebut sebenarnya juga memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan kehidupan bernegara, hal itu karena dapat mengurangi beban populasi demokrasi.
"Karena begitu penduduk melimpah sedangkan daya dukung dan tampung alam terbatas, ini akan menjadi permasalahan demokrasi dan kerawanan sosial di tengah masyarakat," demikian Sahidal Kastri.*
Baca juga: Sekitar 91 persen anak di Pulau Simeulue sudah miliki akta kelahiran
Baca juga: Pemkab Aceh Utara gratiskan pembuatan akta kelahiran
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023