Ambon (ANTARA) - Sejumlah tokoh agama di Provinsi Maluku menyuarakan pesan damai untuk masyarakat Kota Tual yang sedang terlibat konflik antarwarga sejak 31 Januari 2023.
Pesan damai itu disampaikan Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode Gereja Protestan Maluku Maluku Pendeta E.T. Maspaitella dan disaksikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku Abdullah Latuapo, serta tokoh agama lainnya di Ambon, Jumat.
Dalam pesan damai itu, Maspaitella mengimbau masyarakat Tual untuk tidak lagi mengulangi kesalahan pada masa silam yang mengakibatkan kerusuhan besar pada 1999.
"Kita bertanggung jawab memelihara damai yang adalah rahmat dan anugerah di antara kita. 24 tahun lalu, kita orang Kei lah yang pertama-tama menyalakan obor damai di tanah Maluku,” kata Maspaitella di Ambon, Jumat.
Ia menyebut obor damai orang Kei tersebut yang menerangi hati semua orang Maluku untuk menumbuhkan kesadaran budaya dan perdamaian sejati.
“Sadarilah bahwa konflik adalah salah satu dari ribuan cara pembodohan masyarakat. Konflik membuat anak-anak kehilangan kesempatan belajar dan itu adalah awal dari ketertinggalan mengejar kemajuan. Hentikanlah konflik dan jaminkan pendidikan anak-anak dalam situasi masyarakat yang aman dan damai,” ucap Maspaitella.
Menurutnya, apabila konflik tetap dibiarkan maka akan membuat sebagian besar orang kehilangan banyak hal, seperti hilang rasa cinta kepada negeri, pulau, bahkan saudara.
"Mari wujudkan cinta kepada orang Kei, kepada anak negerinya, kepada pulaunya, kepada bahasanya, kepada persaudaraannya. Bersatulah sebagai pemilik yang sama atas nama Kei," ujar Maspaitella.
Ia meminta masyarakat Tual dan Kei mendukung upaya pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah, tokoh adat, tokoh agama, dan difasilitasi oleh aparat Kepolisian dan TNI.
"Upaya sekuat apa pun tanpa dukungan dari dalam diri kita, tidak ada faedahnya. Sebaliknya atas kesadaran damai di antara kita, apa pun yang dikerjakan pasti berhasil,” ujarnya.
Sebelumnya, konflik antarwarga di Tual berawal pada 28 Januari 2023 ketika seorang pemilik warung makan dianiaya sekelompok orang mabuk yang tidak mau membayar usai makan. Akibat penganiayaan tersebut, keluarga korban tidak menerima sehingga terjadi permasalahan.
Kemudian pada 31 Januari 2023 pukul 22.00 WIT, salah seorang warga tiba-tiba terkena panah yang diluncurkan dari orang tidak dikenal. Akibat dari kejadian itu, ada provokasi kelompok warga lainnya, lalu melakukan aksi penyerangan balik.
Pada 2 Februari 2023 sekitar pukul 06.45 WIT kembali terjadi saling serang antarwarga yang mengakibatkan korban luka-luka bertambah, dari sebelumnya 13 orang menjadi 38 orang, termasuk lima personel keamanan.
Pewarta: Winda Herman
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023