Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab para pengelola rest area jalan tol, sudah sepantasnya untuk memiliki fasilitas seperti ini

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Korindo Group meresmikan fasilitas pengolahan limbah organik berteknologi Bio-Conversion yang memanfaatkan lalat tentara hitam/black soldier fly (BSF) di area istirahat Cibubur, Jakarta Timur.

"Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab para pengelola rest area jalan tol, sudah sepantasnya untuk memiliki fasilitas seperti ini," ucap Sekretaris Jendral PUPR Muhammad Zaenal Fatah yang mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangan resmi, Rabu.

Fasilitas pengolahan limbah organik berteknologi Bio-Conversion berkapasitas satu ton yang dikelola PT Bimaruna Marga Jaya itu dirancang untuk menampung sekaligus mengatasi limbah organik di area istirahat (rest area) Cibubur agar dapat bersih dalam sehari.

Tempat istirahat di Cibubur itu juga menjadi yang pertama menerapkan fasilitas tersebut di Indonesia.

Muhammad Zaenal Fatah mengapresiasi segenap pemangku kepentingan yang mempelopori pembangunan fasilitas pengelolaan limbah organik tersebut, kemudian berharap dapat menginspirasi pihak lain untuk membangun fasilitas umum yang inovatif.

Ketua Yayasan Korindo Robert Seung menjelaskan rest area Cibubur dipilih sebagai lokasi Bio-Conversion BSF karena menjadi salah satu sumber limbah organik yang perlu diselesaikan permasalahannya secara langsung di tempat.

Cara yang sama juga dapat diterapkan di lokasi sumber-sumber limbah organik lainnya, seperti pasar tradisional, kawasan industri, perkantoran, dan perumahan.

“Selain bermanfaat bagi lingkungan, fasilitas ini diharapkan bisa menciptakan peluang ekonomi baru. Hal ini dikarenakan, Yayasan Korindo akan mengembalikan keuntungan yang muncul dari proyek ini untuk program-program pengembangan masyarakat dan lingkungan,” ungkap Robert Seung.

Robert Seung berharap Bio-Conversion BSF di rest area Cibubur mampu mendulang sukses sebagaimana Bio-Conversion BSF dengan kapasitas empat ton per hari di Lombok, NTB.

Ketua Forest For Life Indonesia (FFLI) Hadi Pasaribu mengatakan fasilitas Bio-Conversion berperan dalam memberi solusi melalui penciptaan lingkungan yang bersih dan sehat, menyelesaikan masalah sampah di hulu, menyediakan sumber protein, lemak dan chitin, mengembalikan kesuburan tanah, serta berperan dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

“Semakin banyak fasilitas Bio-Conversion yang dibangun, maka semakin besar manfaat yang dihasilkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup kita,” jelasnya.

Penggiat BSF di Indonesia, Prof Agus Pakpahan menyampaikan bahwa sekitar 60 persen hingga 70 persen sampah yang ada di TPA berupa sampah organik. Untuk itu ia mendorong agar fasilitas pengelolaan sampah organik dapat dibangun di banyak tempat agar menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, membentuk ekonomi sirkuler.

Metode Bio-Conversion BSF merupakan pendekatan biologis untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul akibat perilaku manusia.

Metode yang menggunakan Lalat Tentara Hitam relatif aman bagi lingkungan. Dari sekitar 800 jenis yang ada di muka bumi, Lalat Tentara Hitam merupakan jenis yang paling berbeda karena tidak bersifat patogen atau membawa agen penyakit.

Pada metode ini, larva Lalat Tentara Hitam akan mengurai sampah organik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Setelah optimal mengurai sampah organik, larva-larva tersebut bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, seperti ayam atau ikan karena kaya akan asam amino dan protein yang pada akhirnya membentuk ekonomi sirkuler.
Baca juga: DLH DKI sebut saringan sampah di Kali Pesanggrahan sudah mendesak
Baca juga: Kesadaran warga memilah sampah kian meningkat di Jakarta
Baca juga: Jakarta kemarin, dari pengerjaan trotoar hingga OTT pembuang sampah

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023