Jakarta (ANTARA) - Layanan perbankan kini telah banyak terdigitalisasi. Mekipun digitalisasi layanan mengubah cara kerja lembaga perbankan, tapi masih banyak lembaga keuangan ini tetap mempersiapkan karyawan di garis depan untuk sigap menghadapi berbagai persoalan nasabah yang berpotensi semakin kompleks ke depan.
Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, menyebut tidak seluruh layanan perbankan dapat diakses secara digital melalui ponsel.
Oleh karena itu, BCA masih terus mengembangkan keahlian petugas garda depan baik customer service, teller, hingga satpam, sejalan dengan transformasi yang dilakukan kantor cabang.
“Transformasi menjadi cabang digital ini dilengkapi dengan pengembangan karyawan di kantor cabang yang lebih berfokus pada hubungan mereka dengan nasabah, dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih bersifat personal,” kata Hera.
Transformasi cabang digital dan peningkatan relationship dengan nasabah akan menjadi dua pilar utama dalam pengembangan layanan BCA di kantor cabang. BCA telah mulai mentransformasi kantor cabangnya menjadi kantor cabang digital sejak 2019.
“Secara keseluruhan, BCA mencermati bahwa keberadaan kantor cabang, pelayanan oleh karyawan, dan digitalisasi harus berjalan dengan beriringan, dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan nasabah yang beragam,” kata Hera.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Aestika Oryza Gunarto mengatakan, BRI ke depan memfokuskan kantor cabang untuk memberikan layanan kepada nasabah dengan permasalahan yang lebih kompleks.
Untuk itu, BRI akan terus mempersiapkan talenta dengan keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri. Berbagai program pengembangan kompetensi dan sertifikasi pun disediakan oleh BRI.
BRI juga memastikan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan sekalipun jumlah kantor cabang BRI terus berkurang. Sebelum pandemi COVID-19, jumlah kantor cabang dan kantor cabang pembantu BRI tercatat mencapai 1.078. Jumlahnya menurun menjadi 1.029 pada kuartal III 2022.
“Karyawan pada kantor yang ditutup akan dialihkan kepada kantor BRI lain, atau dialihkan menjadi penyuluh digital. Terdapat tiga fungsi utama dari penyuluh digital,” katanya.
Ia menyebut penyuluh digital berfungsi mengajari masyarakat untuk membuka rekening secara digital. Penyuluh digital juga dapat mengajari masyarakat bertransaksi secara digital. Di samping itu, peringatan agar masyarakat berhati-hati saat bertransaksi digital juga menjadi tugas penyuluh digital.
Dampak terhadap pekerja
Ketua Serikat Pekerja PT Bank Danamon Tbk Abdoel Moejib menyebutkan digitalisasi di Bank Danamon telah dimulai sejak sebelum COVID-19. Pada 2018, ia mulai melakukan pembahasan dengan pihak manajemen. Ia khawatir disrupsi digital akan mengubah model bisnis bank yang pada akhirnya membuat banyak karyawan tidak lagi dibutuhkan.
Namun sampai saat ini, menurutnya, pengurangan dan pergeseran profesi karyawan justru disebabkan oleh perubahan strategis bisnis, yakni penutupan salah satu segmen kredit, dan bukan karena digitalisasi layanan.
“Akibat dari perubahan strategi bisnis itu, karyawan yang tersisa diberi kesempatan untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan di divisi lain, baik operasional, penagihan, penjualan, dan segala macam tergantung kapasitas dan kapabilitas masing-masing,” katanya kepada Antara, Jumat (13/1).
Pada 2020, Bank Danamon sempat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan di divisi Informasi dan Teknologi (IT). Pasalnya, saat itu, proyek-proyek yang berkaitan dengan IT, seperti pengadaan laptop bagi karyawan, dapat diselesaikan oleh karyawan dari vendor. Akhirnya Bank Danamon menghilangkan pekerja di divisi IT.
Mulanya, Abdoel menentang PHK tersebut. Namun, setelah melalui proses negosiasi, pekerja di divisi IT yang terdampak justru menerima tawaran kompensasi dari pihak manajemen.
“Mereka akhirnya memilih PHK karena kompensasi yang disepakati memang besar. Kalau terus dipekerjakan, kompensasinya berpotensi lebih kecil,” katanya.
Sebagian pekerja yang memilih untuk bertahan pun diberikan kesempatan untuk bekerja di divisi lain. Pasalnya, Bank Danamon sudah sama sekali menghapus divisi tersebut. Penyelesaian proyek seperti pengadaan laptop karyawan saat ini sudah bisa dilakukan melalui aplikasi internal.
“Sekarang, mau keluhan, penggantian barang, atau apa, itu bisa dilakukan melalui aplikasi itu. Karena itu, kawan-kawan yang tadinya tenaga IT ditawarkan untuk diposisikan di divisi lain karena eksekusi yang berkaitan dengan IT sangat mudah,” katanya.
Optimalisasi kantor cabang
Direktur Teknologi dan Operasi Permata Bank, Abdy Salimin, mengemukakan bahwa sejak pandemi COVID-19, kantor cabang bank sempat dianggap tidak relevan, apalagi banyak bank digital yang bisa beroperasi dengan hanya satu atau dua kantor cabang.
Namun, menurutnya, layanan di kantor cabang bank masih memberikan banyak keuntungan kepada perusahaan. Kantor cabang juga bisa mendatangkan nasabah-nasabah baru.
Dalam lima tahun terakhir, laba yang diperoleh Permata Bank mengalami peningkatan. Namun hanya 5 persen dari laba tersebut yang disumbang oleh transaksi langsung di kantor cabang. Sebanyak 90 persen disumbang oleh transaksi melalui channel digital.
Permata Bank pun sempat berpikir untuk menutup lebih banyak kantor cabang, tetapi rencana itu tidak direalisasi melihat masih banyak nasabah yang datang ke kantor cabang.
“Banyak nasabah yang datang ke kantor cabang agar bisa segera dibantu kalau ada keperluan. Masalah-masalah nasabah yang datang biasanya lebih besar, jadi digitalisasi itu perlu tapi asisten digital juga perlu,” katanya.
Oleh karena itu, saat ini Permata Bank berusaha mengembangkan kantor cabangnya, mengikuti digitalisasi berbagai layanan bank.
“Jadi penggunaan kantor cabang lebih dioptimalisasi, dan ada juga yang diperbesar kantor cabang kami,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Kantor cabang tetap relevan
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan ke depan kantor cabang bank tetap akan dibutuhkan terutama untuk melayani kelompok masyarakat yang lambat mengadaptasi teknologi digital dan lebih mempercayai transaksi konvensional.
Selain itu, kantor cabang bank juga diperlukan untuk basis penyaluran kredit bank, terutama kredit korporasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih membutuhkan asesmen secara konvensional.
Kedua jenis kredit itu mengharuskan bank menemui langsung pelaku usaha yang mengajukan kredit dan melihat lokasi usaha mereka. Demikian pula, kredit lain seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga masih membutuhkan asesmen konvensional.
Karena itu, ke depan, perbankan perlu mengembangkan keahlian karyawan di kantor cabang, terutama karyawan account officer yang akan melakukan asesmen terhadap pengajuan kredit.
Keahlian digital karyawan juga perlu diasah seiring dengan terdigitalisasinya berbagai layanan perbankan. Pasalnya, nasabah yang datang ke kantor cabang juga akan membawa masalah yang berkaitan dengan digitalisasi yang lebih kompleks.
“Sebagai karyawan yang harus dirampingkan, sebetulnya bisa dipindah ke divisi Informasi dan Teknologi (IT) terutama untuk mengurus bagian keamanan siber yang banyak dibutuhkan saat ini. User Experience (UX) Desainer untuk mengembangkan aplikasi perbankan juga masih banyak dibutuhkan,” demikian Bima Yudhistira.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023