Jakarta (ANTARA) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menyelenggarakan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI sebagai bagian untuk menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia, kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo..
"Sosialisasi Empat Pilar MPR RI tersebut rencananya diselenggarakan di berbagai daerah, terutama daerah yang indeks kerukunan beragamanya masih rendah," kata Bambang Soesatyo (Bamsoet) melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI tersebut mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusifitas bangsa. Para peserta terdiri atas komunitas keagamaan, guru agama, pegiat keagamaan, dan berbagai kalangan lain yang bersifat lintas agama.
Selain untuk membangun literasi keagamaan, katanya, kegiatan tersebut untuk memberikan pemahaman agar masyarakat tidak lagi melihat perbedaan sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan, apalagi menjadi ancaman.
Terlebih lagi, sambung dia, berdasarkan laporan Kementerian Agama sebagaimana disampaikan MUI tak jarang ditemui guru agama dari berbagai agama justru mengajarkan muridnya untuk mengkristalkan perbedaan.
Melalui kolaborasi MPR RI dengan MUI diharapkan bisa membangun kerukunan, kedamaian, dan harmoni bangsa yang dilandasi sikap moderasi beragama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dan martabat kemanusiaan, kata Bamsoet..
Ketua DPR RI Ke-20 sekaligus mantan Ketua Komisi III DPR RI Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan tersebut mengatakan secara umum kehidupan kerukunan beragama di Indonesia sudah berjalan baik.
Hal itu tercermin dari penilaian Majelis Hukama Al Muslimin, sebuah lembaga internasional independen yang berpusat di Uni Emirat Arab, yang menilai Indonesia sebagai negara paling toleran di dunia.
Baca juga: Bamsoet: MPR masifkan vaksinasi ideologi lewat Sosialisasi Empat Pilar
Baca juga: Ketua MPR: Butuh konsensus bersama untuk hadapi tantangan kebangsaan
Di sisi lain, kata dia, jajak pendapat Litbang Kompas dalam rangka Hari Toleransi Internasional 16 November 2022 melaporkan 72,6 persen responden menilai masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai toleransi.
"Namun bukan berarti kita bisa lepas tangan dan tidak menjaga kerukunan tersebut dengan baik," kata dia.
Sebab, paparnya, membangun kerukunan umat beragama harus menjadi upaya berkesinambungan. Kerukunan harus menjadi kebutuhan masyarakat karena kebinekaan adalah elemen pembentuk bangsa.
"Kebinekaan bukan hanya fakta sosiologis yang hanya diterima sebagai sesuatu yang given, tetapi harus terus menerus diperjuangkan," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum FKPPI tersebut menambahkan tidak boleh diingkari fakta sejarah bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk di mana dari 273 juta penduduk menganut enam agama berbeda yang diakui negara serta puluhan aliran kepercayaan.
Dengan kemajemukan tersebut, ujar dia, moderasi dalam kehidupan beragama akan menjadi faktor kunci terwujudnya harmoni dan kerukunan umat beragama.
"Selain itu, kerukunan umat beragama yang menjadi landasan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa bukanlah sesuatu yang bersifat statis tetapi berkembang dinamis," ujar dia.
Sebagai tambahan informasi, pada tahun 2017 indeks kerukunan umat beragama di Indonesia berada pada angka 72,27, kemudian turun menjadi 70,9 pada tahun 2018, dan naik menjadi 73,8 di tahun 2019. Selanjutnya tahun 2020 indeks kerukunan umat beragama kembali turun 67,46 dan tahun 2021 naik menjadi 72,39.
"Ini mengisyaratkan pesan penting bahwa membangun kerukunan umat beragama harus menjadi upaya berkesinambungan," ucapnya.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023