Dulu ada stigma bahwa servical cancer itu akibat multi-partner seksual, padahal tidakJakarta (ANTARA) - Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof. DR. dr. Yudi Mulyana Hidayat, SpOG Subsp.Onk mengatakan bahwa seseorang yang memiliki satu pasangan seksual (single partner) juga memiliki risiko untuk terinfeksi virus HPV (human papillomavirus) yang merupakan penyebab kanker serviks.
"Dulu ada stigma bahwa servical cancer itu akibat multi-partner seksual, padahal tidak. Single partner pun banyak yang kena kanker serviks," kata Yudi saat konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Dia menegaskan bahwa seorang dengan satu pasangan seksual atau lebih (multi-partner) sama-sama memiliki risiko terinfeksi virus HPV. Risiko menjadi lebih meningkat apabila seorang yang aktif secara seksual dengan lebih dari satu pasangan.
Baca juga: Pemerintah berupaya memperluas cakupan imunisasi HPV
"Yang single partner saja punya risiko, apalagi yang multi-partner. Bisa dapat HPV dari (pasangannya) itu bisa saja terjadi kalau multi-partner," ujar dia.
Yudi juga mengatakan bahwa saat ini tren kanker serviks terjadi pada usia muda atau usia 20-an. Hal tersebut mengindikasikan bahwa virus HPV semakin ganas.
"Banyak kasus single partner, pasangan setia terkena kanker serviks. Artinya apa? HPV ini sudah ada di dalam tubuh kita, tinggal kapan dia akan menjadi kanker serviks tergantung sistem kekebalan tubuh kita," kata dia.
Dia juga mengingatkan bahwa gaya hidup terkait higenitas sanitasi serta adanya luka pada vagina juga bisa memicu terjadinya infeksi HPV dengan lebih mudah.
Baca juga: Bio Farma produksi alat diagnosa kanker serviks metode baru
Termasuk sistem kekebalan tubuh berpengaruh. Contoh pulang malam kurang istirahat, makan tidak benar, dan sebagainya, itu pun bisa berpengaruh terhadap penurunan daya tahan tubuh yang ujung-ujungnya akan membuat virus akan menjadi mudah untuk berkembang," kata Yudi.
Oleh sebab itu, Yudi mendorong agar perempuan yang sudah menikah atau sudah melakukan hubungan seksual untuk melakukan deteksi dini, baik dengan tes IVA ataupun pap smear. Tes ini mudah diakses dan bisa dilakukan di fasilitas pelayanan primer atau di puskesmas.
Vaksinasi HPV juga dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan, baik usia anak-anak maupun dewasa. Bahkan usia 50-an pun masih bisa melakukan vaksinasi HPV. Meski begitu, kata Yudi, periode emas untuk mencegah kanker serviks dengan vaksinasi adalah usia anak-anak.
"Sesudah menikah, sudah berhubungan seksual, boleh divaksin. Tapi untuk supaya yakin bahwa mulut rahimnya tidak ada apa-apa dilakukan pemeriksaan pap smear," kata dia.
Vaksinasi HPV untuk usia 9-13 tahun cukup diberikan dua dosis, sementara perempuan di atas usia 13 tahun harus diberikan tiga dosis. Jarak pemberian vaksinasi pengulangan yaitu 0-1-6 atau diulang satu bulan setelah dosis pertama dan enam bulan setelah dosis kedua.
"Walaupun sudah menikah, sudah aktif seksual, vaksinasi pun penting. Efektivitas tidak ditentukan oleh sudah atau belumnya (aktif secara seksual), tetapi usia. Karena yang berperan adalah antibodi," kata Yudi.
Baca juga: Kemenkes ingatkan masyarakat jangan enggan deteksi dini serviks
Baca juga: Dokter: Terapi kanker serviks tidak mengganggu hubungan seksual
Baca juga: Dokter: Periksakan rahim secara rutin meski hanya alami keputihan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023