Mataram (ANTARA) - Sejumlah pasien dan keluarga pasien di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), berharap agar daerah dapat menambah dokter spesialis untuk penyakit kronis agar dapat ditangani di daerah dan tidak dirujuk berobat ke luar daerah.
"Keputusan melakukan pengobatan keluar daerah merupakan keputusan yang berat, tapi demi harapan sembuh mau tidak mau harus kita coba sebagai bagian ikhtiar," kata Hamdani Wathoni, salah seorang suami pasien dari Kebun Ayu Kabupaten Lombok Barat di Mataram, Senin.
Toni panggilan akrab bapak satu anak ini mengatakan keterbatasan fasilitas, sarana, dan prasarana, serta dokter spesialis yang ada di rumah sakit di NTB, memaksa dirinya membawa istrinya berobat ke RSUP Sanglah Denpasar, Bali.
Pada tahun 2020, sekitar bulan Maret istrinya divonis menderita penyakit lupus (SLE) yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat mempengaruhi sendi, kulit, ginjal, sel darah, otak, jantung, dan paru-paru.
Baca juga: RSUP NTB siap bangun rumah sakit mini di Mandalika dan Samota
Ia mengakui selama pengobatan di RSUP NTB hampir tiga bulan, pelayanan dan fasilitas di RSUP NTB sangat baik, sehingga kondisi istrinya sudah mulai pulih dan normal. Bahkan, dirinya dan pihak keluarga memiliki harapan besar istrinya akan sehat kembali seperti sediakala.
"Bagian badannya yang bengkak-bengkak juga sudah normal," katanya.
Tapi, untuk tahap pemulihan akhir stadium SLE semua dokter spesialis dan komunitas SLE di RSUP NTB, menyarankan agar melakukan perawatan stadium akhir ke RSUP Sanglah.
"Setelah kami berembuk dengan keluarga, dan istri saya pun setuju di bawa berobat karena semangatnya yang besar untuk kembali sehat. Jadi saya putuskan berangkat bertiga, saya, istri, dan ibu saya," katanya.
Namun demikian, katanya, melakukan pengobatan ke luar daerah tidak semudah di dalam daerah, sebab RS Sanglah sebagai rumah sakit rujukan menangani banyak pasien dari berbagai daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian timur.
"Proses administrasi di sana sangat lama, belum lagi saat masuk UGD dan ruang perawatan," katanya.
Setelah mendapatkan ruang perawatan, katanya, istrinya akhirnya bisa dirawat intensif. Namun, karena lokasi perawatan yang jauh dari keluarga ketika dibutuhkan donor darah, prosesnya lama karena di sana tidak ada keluarga dekat yang akan dihubungi.
"Akhirnya selama lima hari dirawat, kondisi istri saya terus menurun hingga akhirnya meninggal dunia pada Mei 2020," tuturnya.
Terkait dengan itu, Toni tidak ingin apa yang dialaminya terulang lagi pada pasien penyakit kronis lainnya. Untuk itu, dia berharap pemerintah daerah dapat meningkatkan fasilitas dan dokter-dokter spesialis di setiap rumah sakit.
Baca juga: Persi NTB minta semua RS lakukan verifikasi data COVID-19
"Semakin lengkap semakin bagus. Jadi, pasien dengan penyakit kronis, seperti jantung, kanker, struk, lupus, dan lainnya bisa ditangani di daerah," katanya.
Selain itu, keluarga pasien juga tentu membutuhkan tambahan biaya hidup yang tidak sedikit ketika dirujuk berobat ke luar daerah.
"Kalau perawatan dan obat-obatan sebagian besar memang di tanggung BPJS, tapi kita perlu siapkan biaya makan, dan sewa tempat tinggal sementara. Dulu untuk bayar sewa saya bayar Rp1 juta satu bulan," katanya.
Toni bersyukur saat ini status RSUP NTB sudah naik menjadi tipe A. Dengan demikian, layanan, fasilitas, sarana, dan prasarana akan meningkat.
"Dokter-dokter spesialis tentunya juga akan ditambah dan lebih banyak lagi," katanya.
Baca juga: Jaksa memeriksa tiga tersangka korupsi proyek RSUD Lombok Utara
Baca juga: Tinjau RS AD di Mataram, Menkes Terawan cerita kenangan tugas 9 tahun
Sementara itu, Imah (30), warga Perumnas Praya mengatakan jumlah dokter spesialis di RSUD Praya memang masih kurang, hal itu dibuktikan ketika dirinya tiba-tiba mengalami sakit telinga pada malam hari. Namun, ketika ingin berobat ke rumah sakit, dokter spesialis tidak ada pada malam hari.
"Poli pelayanan THT hanya buka pagi hari, diharapkan ada penambahan dokter spesialis, supaya pelayanan bisa maksimal," katanya.
Ia berharap kepada pemerintah untuk bisa meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan meningkatkan fasilitas maupun jumlah dokter spesialis di rumah sakit.
"Kita sebagai masyarakat butuh pelayanan kesehatan 24 jam. Artinya, harus ada penambahan jumlah dokter di semua rumah sakit," katanya.
Pewarta: Nirkomala*Akhyar Rosidi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023