Yogyakarta (ANTARA News) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta memastikan bahwa awan panas terbesar dengan jarak luncur 4 km yang keluar dari Gunung Merapi pada Senin pagi pukul 05.55 WIB, bukan merupakan letusan gunung itu.
Kepala BPPTK Yogyakarta Dr A Ratdomopurbo menegaskan, awan panas itu bukan letusan karena Gunung Merapi memiliki tipe letusan berupa erupsi, meski memang disertai dengan mengeluarkan awan panas.
"Terserah saja kalau orang mau bilang itu letusan, karena secara awam bisa saja dibilang letusan, tetapi secara teknis itu adalah awan panas yang terjadi akibat longsoran kubah lava," katanya di Yogyakarta, Senin.
Ia menjelaskan letusan bisa terjadi apabila ada longsoran besar yang menyebabkan pergerakan awan panas vertikal, tetapi besar kecilnya kemungkinan terjadi letusan tidak bisa diprediksi. "Kali ini yang terjadi baru awan panas," katanya.
Ia menambahkan kubah lava 97 bisa saja gugur dan muntahan materi vulkaniknya akan sangat besar. Namun, guguran besar itu hanya akan terjadi satu kali dan setelah itu selesai.
Menurut dia, hal yang dikhawatirkan adalah jika muntahan itu berbelok ke kali Boyong atau Krasak.
Ia juga mengatakan "geger baya" yang berfungsi menahan laju materi vulkanik agar tidak meluncur lurus ke arah selatan, kini kondisinya tidak lagi sekuat dulu.
Geger baya yang berbentuk segitiga sama sisi dengan tinggi 30 meter dan panjang sisi 40 meter tersebut terlalu kecil untuk menyangga kubah lava 97 yang memiliki diameter 180 meter.
Saat ini, katanya, "geger baya" masih berfungsi dengan baik sehingga materi vulkanik dan awan panas tidak mengalir
lurus melainkan berbelok ke arah Kali Boyong. Namun, apabila geger baya tersebut runtuh, aliran materi vulkanik dan awan panas akan lurus ke selatan menuju Kali Kuning.
Sementara itu, laporan harian BPPTK Yogyakarta, Senin, menyebutkan pada 15 Mei selama pukul 00.00 - 06.00 WIB terjadi 16 kali awan panas dengan arah Kali Krasak, Boyong dan sebagian masuk ke hulu Kali Gendol.
Awan panas terbesar terjadi pada pukul 05.55 WIB dengan jarak luncur maksimum 4 km ke arah hulu sungai Krasak.
Selain itu, dalam periode waktu yang sama juga terjadi gempa guguran sebanyak 38 kali dan gempa fase banyak (MP) 20 kali. Sebelumnya pada 14 Mei, terjadi MP sebanyak 97 kali, gempa guguran 202 kali dan awan panas 88 kali.
Gunung Merapi (2965 dpl) yang terletak di perbatasan wilayah Jateng - DIY itu sejak 13 Mei ditetapkan dalam status "awas".(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006