Jakarta (ANTARA) - Berbagai kalangan memprediksi potensi resesi global terjadi tahun 2023, yang tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia, tak terkecuali Indonesia. Untuk itu, tiap negara berlomba-lomba mencari cara agar dapat selamat dari ancaman-ancaman ketidakstabilan keuangan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Desember 2022 menyebutkan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar 3,89 miliar Dolar AS dengan nilai ekspor 23,83 miliar Dolar AS dan nilai impor 19,94 miliar Dolar AS. Angka tersebut dinilai cukup positif bagi Indonesia, yang berarti pelemahan ekonomi global belum terlihat di Tanah Air.

Meski demikian, Indonesia tidak bisa berpuas diri. Data tersebut hanyalah perhitungan hingga akhir Desember 2022. Artinya apa yang akan terjadi pada kuartal pertama 2023 belum bisa diperhitungkan.

Di tengah ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim dan bencana, serta krisis di sektor pangan, energi dan keuangan, dibutuhkan formulasi khusus sebagai bentuk antisipasi terhadap kestabilan ekonomi di Tahun 2023.

Salah satu cara yang diandalkan pemerintah untuk menghadapi kondisi global adalah dengan ditetapkan dan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atas kebutuhan yang mendesak.

Perppu tersebut telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember 2022 dengan pertimbangan untuk memberikan kepastian hukum. Ada dua hal yang menjadi pertimbangan utama, yakni kegentingan memaksa dan untuk mengamankan devisa.

Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mencatat kegentingan memaksa berkaitan dengan upaya memitigasi risiko ketidakpastian. Mitra dagang utama Indonesia adalah Amerika dan Eropa, di mana saat ini sedang mengalami ketidakpastian lantaran perang Ukraina-Rusia yang belum juga usai.

Di sisi lain, Amerika meningkatkan suku bunga yang berpotensi mendorong capital flight, sehingga berisiko menyebabkan inflasi. Faktor kedua adalah guna mengamankan devisa dari hasil ekspor, di mana seluruh negara sedang memperebutkan Dolar AS.

Diterbitkannya Perppu Cipta Kerja pada dasarnya bertujuan untuk memperluas lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan menyasar masuknya ke Indonesia. Selain itu, Indonesia juga membutuhkan kepastian hukum secepatnya setelah Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat pada 2021 dan harus diperbaiki hingga 2 tahun ke depan.


Iklim usaha dan investasi

Secara lebih luas, Perppu Cipta Kerja ini juga berkaitan erat dengan iklim usaha, penciptaan lapangan kerja dan daya saing iklim investasi di Indonesia. Tak bisa dipungkiri, gairah iklim investasi tidak hanya dipengaruhi kondisi ekonomi makro, seperti stabilitas sosial-politik, tetapi juga aspek kelembagaan, termasuk sistem hukum regulasi, perizinan, dan lainnya.

Masalah perizinan dan kepastian hukum yang belum jelas membuat negara-negara calon investor mengurungkan niatnya dan menganggap Indonesia tidak menarik untuk iklim investasi. Kehadiran Perppu Cipta Kerja ini pun diharapkan bisa menjadi pintu gerbang masuknya investor asing.

Bagi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Perppu Cipta Kerja merupakan salah satu pondasi dalam mendorong iklim usaha dan investasi di Indonesia.

Data menunjukkan bahwa Foreign Direct Investment (FDI) Tahun 2022 naik 20 miliar Dolar AS. Namun secara peringkat, berdasarkan data World Investment Report, posisi Indonesia turun lima peringkat dibanding negara lain dalam hal investasi asing. Banyak perusahaan asing yang merasa mengalami hambatan kompleks, seperti perpajakan, kepastian kebijakan ekonomi, hingga isu ketenagakerjaan.

Kehadiran Perppu Cipta Kerja yang diterbitkan pemerintah dengan berbagai pertimbangan, khususnya menghadapi tantangan ekonomi global yang tak mudah, diharapkan memberikan kepastian hukum atas putusan MK (Mahkamah Konstitusi) sebelumnya, sekaligus diharapkan ini bisa menjadi optimisme peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia.

Pemerintah sendiri memiliki target investasi senilai Rp1.400 triliun pada Tahun 2023. Untuk bisa mencapainya tentu diperlukan kepastian hukum agar bisa menarik investor. Tanpa kejelasan peraturan, investor hanya bisa menunggu dan melihat, sehingga pada akhirnya bisa mendatangkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kehadiran Perppu Cipta Kerja ini pun diyakini dapat memberikan kepastian hukum bagi para investor, pengusaha dan juga pekerja sekaligus mendorong terciptanya lapangan pekerjaan.


Penyerapan tenaga kerja

Investasi dan penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat berjalan beriringan. Semakin banyak terciptanya lapangan pekerjaan, maka kesejahteraan penduduknya juga makin terpenuhi.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mencatat iklim investasi di Indonesia baiknya tidak hanya yang padat modal saja, tapi juga padat karya, sehingga banyak menyerap tenaga kerja.

Oleh karena itu, kepastian hukum soal ketenagakerjaan benar-benar harus diciptakan secara konsisten dan tidak berubah.

Karena itu, bagi Apindo, regulasi ketenagakerjaannya harus konsisten.

Dalam kaitannya dengan Perppu Cipta Kerja, kesejahteraan para pekerja diklaim menjadi lebih terjamin. Misalnya, pekerja yang terkena PHK akan diberikan Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebesar 45 persen dari gaji yang diterima. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan pelatihan berupa retraining dan reskiling yang diberikan selama enam bulan kepada pekerja yang kena PHK.

Tak hanya itu, dalam Perppu ini tenaga kerja lokal juga lebih diprioritaskan oleh pemerintah, sedangkan tenaga kerja asing hanya pada level dan posisi yang membutuhkan keahlian khusus.

Akan tetapi, poin yang banyak mendapat sorotan dalam Perppu Cipta Kerja adalah bagian pengupahan dan alih daya.

Pada poin pengupahan disebut bahwa penyesuaian variabel penentuan upah minimum ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Sedangkan alih daya, terdapat pembatasan pekerjaan yang dapat dialihdayakan.

Untuk kepentingan perekonomian yang lebih besar, pekerja, pengusaha, dan investor diharapkan dapat bekerja sama melaksanakan Perppu tersebut, meskipun belum memenuhi harapan berbagai pihak. Setidaknya, ada kepastian usaha, sambil terus memperbaiki kebijakan untuk ke depan.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023