Padang (ANTARA) - Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy menyebutkan angka prevalensi stunting di provinsi ini pada 2022 sebesar 25,2 persen atau naik 1,9 persen dibandingkan dengan 2021 yang mencapai 23,3 persen.
"Kenaikan angka prevalensi stunting ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Mumpung masih awal tahun, kita perkuat koordinasi untuk bisa mencarikan solusi agar angkanya bisa kembali turun," kata Audy Joinaldy di Padang, Minggu.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting Sumbar pada 2021 sebesar 23,3 persen. Namun, pada 2022 mengalami kenaikan 1,9 persen menjadi 25,2 persen.
Wagub menyampaikan bahwa salah satu upaya yang harus segera dilakukan adalah intervensi pemerintah daerah dalam penurunan stunting, di antaranya pemberian tablet penambah darah terkhusus pada ibu hamil dan peningkatan konsumsi protein hewani pada anak di seluruh Sumbar.
"Ini pekerjaan rumah besar kita bersama pada tahun ini. Kita juga akan perkuat koordinasi dan komunikasi, terutama dengan dokter, bidan, puskesmas yang akan menjadi tumpuan kekuatan kita di kabupaten dan kota," ujarnya.
Baca juga: BKKBN Sumbar gandeng seluruh pihak turunkan kasus stunting
Di sisi lain, Wagub menyoroti data dari SSGI yang menurutnya mengundang beberapa pertanyaan, karena dari sumber data yang sama, 13 dari 19 kabupaten dan kota yang ada di Sumbar disebutkan berhasil menurunkan angka stunting.
Bahkan prevalensi stunting di Kota Sawahlunto telah menyentuh angka 13,7 persen dan mencapai target prevalensi stunting nasional sebesar 14 persen.
Pertanyaan lain adalah Kabupaten Pasaman Barat yang sebelumnya mendapat penghargaan dan sempat menjadi percontohan nasional sebagai kabupaten paling progresif dalam program penurunan stunting, ternyata di dalam data mengalami kenaikan angka prevalensi stunting sebesar 11,5 persen.
Berkaitan dengan data SSGI, Ketua SSGI Sumbar Gusnaidi menyatakan survei dilakukan dengan mengambil sampel secara random sebanyak 1.123 blok sensus di 19 kabupaten dan kota.
Di masing-masing blok terdapat 10 rumah tangga yang didata. Jumlah sampel ini, menurut dia, meningkat hampir tiga kali lipat dibanding tahun 2021.
Baca juga: BKKBN Sumbar galakkan bapak asuh cegah stunting pada anak berisiko
"Jumlah sudah dipastikan secara statistik memenuhi persyaratan untuk menggambarkan kondisi. Margin of error di bawah 5 persen dan relative standard error maksimal 25 persen," ujarnya.
Meskipun demikian, ia mengakui kelemahan metode sampling tetap ada. Karena dilakukan secara acak di blok sensus yang sama sekali berbeda dengan tahun sebelumnya, bisa saja sampel yang terambil dominan berasal dari daerah-daerah yang menjadi lokus-lokus stunting, sehingga fluktuatif hasil data sampling bisa saja terjadi.
Adapun hasil SSGI mencatat angka persentase prevalensi stunting dari yang terendah hingga tertinggi di Sumatera Barat, yaitu Sawahlunto 13,7 persen, Padang Panjang 16,8 persen, Bukittinggi 16,8 persen, Payakumbuh 17,8 persen, Kota Solok 18,1 persen, Pariaman 18,4 persen.
Kemudian Tanah Datar 18,9 persen, Padang 19,5 persen, Kabupaten Solok 24,2 persen, Limapuluh Kota 24,3 persen, Agam 24,6 persen, Dharmasraya 24,6 persen, Kabupaten Padang Pariaman 25 persen, Pasaman 28,9 persen, Pessel 29,8 persen, Sijunjung 30 persen, Solok Selatan 31,7 persen, Kepulauan Mentawai 32 persen, dan Pasaman Barat 35,5 persen.
Baca juga: Wagub minta program penurunan stunting di Sumbar terintegrasi
Sementara penurunan prevalensi stunting paling signifikan dialami Kabupaten Solok sebesar 15,9 persen dan kenaikan tertinggi dialami Pasaman Barat sebesar 11,5 persen.
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023