Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menyiapkan dana sekitar Rp3 triliun untuk "infrastructure fund" dan "guarantee fund" yang diharapkan dapat memancing masuknya investor asing untuk pembiayaan proyek infrastruktur. "Itu sebagai modal awal dari `infrastructure fund` dan `guarantee fund`. Ibarat kerjasama dengan swasta, kita juga harus punya penyertaan walaupun cuma 25 persen dari keseluruhan total investasi yang dibutuhkan. Baru kemudian bisa pancing investor-investor dari luar," kata Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Mulia P Nasution, di Gedung Depkeu, Jakarta, akhir pekan ini. Dia menjelaskan karena "infrastructure fund" adalah dana bergulir, maka jika sudah digunakan pada tahun anggaran 2006, dana itu juga bisa dipakai pada tahun anggaran 2007 dan seterusnya. Sementara kalau "infrastructure fund" berbentuk obligasi, katanya, maka hanya berlaku untuk waktu tertentu seperti 1 tahun saja. Sedangkan, untuk "guarantee fund", jelasnya, hanya sebagai dana asuransi atau jaminan yang mungkin tidak akan digunakan jika resiko yang diperhitungkan dalam pelaksanaan sebuah proyek infrastruktur tidak terjadi. "Itu akan ditentukan oleh kualitas analisa kelayakan proyek. Oleh karena itu, KKPPI (Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur) diharapkan bisa lebih efektif," katanya. Namun demikian, Mulia mengaku belum dapat menyebutkan berapa porsi bagi "infrastructure fund" dan "guarantee fund" dari Rp3 triliun itu karena masih dalam perhitungan. "(Angka Rp3 triliun-red) Itu pun harus disetujui oleh DPR dalam mekanisme pembahasan APBNP karena harus disisihkan dari pendapatan negara," jelasnya. Dia mengatakan adanya penyertaan dalam bentuk dana infrastruktur itu akan menunjukkan kepada investor bahwa pemerintah benar-benar memiliki komitmen dalam pelaksanaan proyek infrastruktur karena diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). "Meski cuma 5 persen pun, tetap akan beda. Berarti tanpa menerbitkan `support letter` atau `comfort letter`, investor yakin bahwa pemerintah punya komitmen.," katanya. Dengan demikian, katanya, dana dari negara-negara yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia akan dianggap sebagai investasi dan bukan sebagai utang. Menurutnya, jika pemerintah bisa melaksanakan tiga atau empat proyek infrastruktur hingga akhir 2006 ini dengan persiapan dana Rp3 triliun itu, maka itu akan menjadi pertanda yang baik bagi investor asing yang melihat bahwa tidak hanya sektor moneter yang menarik, tetapi juga sektor riil. (*)

Copyright © ANTARA 2006